LOGO
Paperback: 352 pages
by Michael Evamy / design journalist, author, and copywriter
More than 1300 logos / 75 categories
Predominantly in black and white
Reviewed by Michael Bierut, Pentagram NY
Laurence King Publishing, Ltd. London / October 4, 2007
Karya-karya logo yang dipublikasikan:
Andrus Children’s Center / pro bono
Heyman Properties / design at Chermayeff Geismar, NY
General Electric Company / modified / design at Wolff Olins, NY
Global RED Campaign / design at Wolff Olins, NY
Apakah arti dan renungan bagi seorang desainer logo Indonesia asal kota Bandung saat menemukan buah-buah karyanya diakui dan direkam dalam sebuah publikasi Internasional Corporate Identity dari jurnalis ternama Inggris: Michael Evamy. “Logo bible” berjudul LOGO oleh penerbit Laurence King Publishing Ltd. ini adalah berita gembira bagi komunitas bisnis merek dan desainer grafis. Dengan review impresif dari Michael Bierut–Pentagram NY, Buku LOGO ini berisi kumpulan lebih dari 1300 logo internasional yang sebagian besar diterjemahkan dalam ekpresi hitam putih sehingga lebih merupakan tes dasar objektif dan estetik bentuk dari suksesnya sebuah merek dalam standarisasi kaku desain grafis. Kaku namun terbukti masih ampuh dalam sebuah uji catwalk logo demi logo yang “melenggok” di panggung.
Bagaimana merancang sebuah logo yang baik? Berapa banyak langkah jitu yang musti dipahami? Bumbu-bumbu apakah yang esensial dan rahasia dalam “hidangan logo” yang hendak disajikan bagi klien?
“Klien pertama” yang pernah saya hadapi adalah seorang guru. Bapak guru bernama Wulfram Prihadi saat itu di tahun 1989 kira-kira sudah berumur 50 tahun, rambut memutih, “low profile”, selalu tersenyum lebar, seorang pria Jawa yang humoris dan gemar membawa gunting rambut besi hitam–jaman Belanda siap “memangsa” siswa yang lalai. Almarhum Pak Prihadi adalah mantan kepala sekolah sebuah SMA swasta ala bruderan di bilangan Jalan Dago Kota Bandung sekaligus guru menggambar jebolan STSI Jogja.
Pekerjaan logo pertama bagi para siswa SMA saat itu adalah logo kebersihan sekaligus ikon peringatan atas buruknya kondisi kebersihan kantin sekolah. Saya merancang logo dengan mencontek ide dari sebuah buku, oleh-oleh paman dari luar negeri. Seorang teman secara spontan merancang logo sekaligus ikon ilustrasi grafis hidangan kantin tumpah menjijikan yang diberi tanda silang dengan tagline “Habiskan dan Bersihkan Pempekmu!” Kontan Pak Prihadi telah menemukan pemenangnya. Hmmm…lalu komentar beliau mengenai logo saya: “kebarat-baratan dan tidak orisinal!” Itulah pelajaran pertama.
Lalu apakah rahasia logo yang baik? Bermuatan lokal? Orisinal? Saat proses revitalisasi logo General Electric di tahun 2003, tim kreatif konsultan merek Wolff Olins berupaya keras untuk mengolah logo baru dan tampilan moderen bagi salah satu perusahaan terbesar dunia ini. Selama 4 putaran presentasi dan ratusan hingga ribuan logo digodok untuk memuaskan ambisi CEO Jeff Immelt akan visi GE yang baru. Akhirnya keluarlah 2 finalis (Gambar bawah) logo baru dan logo klasik GE. Alhasil logo klasik yang berusia lebih dari satu dekade dan berawal dari “badge” kipas angin produksi pertama GE tetap keluar sebagai juara dan memang layak dipertahankan oleh karena keunikan-nya. Konsep orisinalitas dan muatan sejarah selalu menjadi penentu revitalisasi logo. Di abad komputer kini, bahkan sulit ditemukan kualitas craftmanship seperti halnya logo klasik GE.
Proses eksplorasi logo baru General Electric Worldwide
2 finalis logo terpilih dalam revitalisasi logo GE di tahun 2003
Presentasi digelar: GE Headquarter, Fairfield – Connecticut
Logo klasik GE dengan beberapa perbaikan keluar sebagai pemenang
Lalu apakah rahasia logo yang baik? Mementingkan “big picture”? Walter Landor menegaskan branding tidak hanya berbicara tentang logo. Milton Glaser menambahkan logo hanyalah pintu gerbang dari sebuah merek! Resume berasumsi logo memang esensial namun sekaligus logo bukanlah branding. Bagaimana bila kita berkenalan dengan NO LOGO? Seperti halnya merek kenamaan asal Jepang: MUJI. Merek ini sendiri bernama awal Mujirushi Ryo¯hin yang berarti NO LOGO, GOOD QUALITY. Kreasi kreatif MUJI berawal dari tangan dingin desainer legendaris Ikko Tanaka (1930-2004) yang ingin memperkenalkan MUJI sebagai merek yang unik, eksklusif, basic dan menekankan pada fungsi, bukan pada titik berat penampilan. Penerus Ikko, desainer grafis Kenya Hara memperkenalkan konsep MUJI : emptyness; ibaratnya MUJI kini adalah juga karya seni dan produk fungsional meditatif, transformasi tradisional–modernisasi namun lekat khas identitas bangsa Jepang. MUJI is about acceptance, not appearance (Designing Design – Kenya Hara, Lars Muller Publishers).
Brand MUJI kini menjadi fenomenal dan memiliki pasar yang ekstrim fanatik karena memiliki “genre” tersendiri. MUJI bukanlah IKEA yang terkenal gencar melakukan kampanye branding dengan logo yang bold color graphic. MUJI seolah-olah mendeklarasikan NO LOGO – NO BRANDING sebagai karakter dari Branding MUJI itu sendiri. Produk-produk MUJI selalu tampil tanpa bubuhan identitas logo! Aplikasi logo hanya sebatas kemasan dan desain publikasi (Gambar bawah). It is just MUJI. “No Bullshit”.
Brand MUJI alias Mujirushi Ryo¯hin alias NO LOGO, GOOD QUALITY
Kreasi merek berawal dari Desainer Ikko Tanaka
Konsep iklan MUJI “Emptyness” oleh Desainer Kenya Hara
Desainer produk industri: Naoto Fukasawa
Lalu apakah rahasia logo yang baik? Akhirnya mungkin kita berkesimpulan pelajaran paling mendasar bagi desainer logo adalah memahami klien seperti halnya mencoba memahami pacar, sobat atau bahkan diri sendiri. Ironisnya dalam era kompetisi pasar yang ketat, output logo akan terlihat expected, stereotype, boring dan safe player. Seperti halnya berpacaran, kita takut (atau lupa?) untuk berkata “tidak” atau memaki “bodoh” atau bereksperimen memilih rute “jet coaster” dan akhirnya kembali lagi pada dunia impian. Berpelukan dan memuji-muji. Terbukti kini logo kontroversial Olimpiade London 2012 karya Wolff Olins “memecah belah” bangsa.
Tidak ada 10 langkah. Atau 8 jurus. Lupakanlah formula. Bersikaplah fleksibel. Lupakanlah Swiss Design dan konco-konconya bila kita telah bertemu klien bak Google atau pemilik Kasino di Vegas. Logo tanpa proses konsep di belakangnya adalah “zombie”. Proses adalah guru yang mendewasakan desainer. Logo semestinya visioner, esensi, reduksi, intisari, wajah perwakilan sehingga layaknya menghasilkan konsep kesederhanaan dan unik. Logo atau tanda juga adalah misteri. Misteri tidak layak distandarisasikan tetapi dinikmati. Apapun bisa terjadi seperti halnya pencipta logo swoosh Nike, Carolyn Davidson “hanyalah” seorang mahasiswi desain grafis dengan bayaran logo 35 dollar!
Kesimpulan adalah rentan. Karena desainer tidak berhenti belajar. Keberhasilan merancang sebuah logo banyak dikaitkan sebagai misteri, intuisi, bakat alami, “hoki” bahkan wangsit hingga fengshui. Tetapi saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan. (Henricus Kusbiantoro, 25 Oktober 2007)
Launching identitas OPEN PATH Oktober 2007 dan implementasi animasi
OPEN PATH adalah Konsultan Pro Bono Adopsi Anak dan Fertilitas di California
Kata HOPE ditemukan tak terduga dalam rangkaian melingkar OPEN PATH
Klien menemukan unsur kejutan yang sangat mengena dengan visi organisasi
Art Director dan desain logo: Henricus Kusbiantoro
Desainer: Junko Maegawa
Kumpulan logo oleh Henricus Kusbiantoro saat berdomisili di New York dan San Francisco
Henricus Kusbiantoro MFA
Saat ini bekerja sebagai senior art director di Landor Headquarter Brand Consultant San Francisco dan pengajar di program master desain grafis Academy of Art University. Henricus yang juga alumnus Wolff Olins Brand Consultant New York (2002-06) memulai karier desain grafis di LeBoYe Jakarta (1996) sebelum akhirnya hijrah ke New York dan bekerja di biro legendaris Pushpin Studio dan Chermayeff Geismar New York. Di tahun 2007, Henricus Kusbiantoro meraih penghargaan prestisius desain grafis internasional D&AD London–Merit Award dan New York’s Art Director Club (ADC) untuk Kampanye Global RED – AIDS Afrika. Jebolan desain grafis ITB Bandung dan Pratt Institute New York kini menetap di San Francisco bersama Yuliana dan Theo.
Kontak penulis: [email protected]
Artikel terkait: Henricus Kusbiantoro: Desainer Logo Kelas Dunia
•••
Wow! Selamat Mas.
sangat menginspirasi… terima kasih.
congrats ya… inspired bgts. saya suka proses design logo GE. two thumbs up.
pencapaian yang luar biasa, sudah sampai tahap ditulis bukan menulis lagi. congratulation!
cool……………!! patut di contoh untuk kita yang masih muda
selamat yah…… hidup eksplorasi!!
selamattt mas… saya bangga sekali, dan minta ilmu-ilmunya, dan terus berkarya.
sudah selayaknya kreasi anak negeri tampil di dunia.
inspirasi handal!
dahsyat… logo yang unik dan identik… selamat ya mas… tunjukkan pada dunia bahwa designer indonesia berkualitas…
Congratsss ya cusss =) we are so proud of you!
Congratulation & thank you for inspiring me.
Have a nice day : )
gimana caranya mendapatkan bukunya? bisa direct order disini? harga mahasiswa nggak? hehehe
Terima kasih rekan-rekan.
Saya selalu ingat advice terbaik dari mentor saya: Karl Heiselman (CEO Wolff Olins dan mantan Creative Director). “Brands need to loosen up. In the past, corporate identity was about control and consistency. With too much control, what happens is that people forget about the content.” Inilah branding di masa depan…
Memperkenalkan kepada klien akan Emotional Brand sebagai approach merek yang powerful, very simple, flexible and humbly down to earth adalah satu tantangan besar. Inilah transformasi yang terjadi pada banyak klien2x besar, kaku, konservatif seperti GE, Citi Group, AT&T, LG. Kini mereka telah berubah! Tetapi berapa banyak juga merek2x lainnya yang masih belum menyadari atau takut untuk melakukan perubahan?
Salam____Henricus
PS. Buku LOGO bisa dibeli lewat amazon.com atau tunggu saja kedatangan-nya di Indonesia. Pasti hadir.
saya senang dg logo2 nya.
selamat, semoga sukses selalu.
Terima kasih atas karya dan tulisan yang sudah anda sumbangkan untuk anak negeri Indonesia. Cus ada artikel tentang creative industry yang bisa diterapkan dalam industri lokal/daerah gak, supaya keilmuan kita tidak berdiri di menara gading (alias membumi)?
Halo Mas Amien,
Seorang murid saya asal Korea di program master Academy of Art University menghadapi dilema thesis mengenai creative industry yang bisa diterapkan dalam industri lokal / daerah. Pada intinya mahasiswa S-2 ini sedang menggarap thesis tentang emotional branding dan aplikasinya pada obat-obat vitamin yang dirasakan terlihat kaku, generik, “dingin” dan penuh jargon-jargon marketing atau sekedar menawarkan potongan harga dan bahan2x terbaru vitamin tsb.
Ketua program master menuntut mahasiswa Korea tsb. untuk membuat FORMULA atau Branding Tool Kit dari Emotional Branding sehingga bisa diterapkan secara massal. Seperti sistem “FACTORY” atau biasa dikenal sebagai industri massal. Seperti ada syarat tidak tertulis bila mahasiswa tidak sanggup merancang formula…maka dicurigai kurang pantas menyandang gelar MFA atau Master of Fine Arts.
Sebagai pengajar desain grafis, tuntutan di atas seperti ini yang bagi saya kurang relevan di masa kini…. yaitu menuntut desainer secara kaku dan science untuk membuat FORMULA yang bisa diterapkan dan dilakukan berulang kali secara masal dan standarisasi. Saat saya mengerjakan thesis S-2, saya pun terjebak untuk merancang FORMULA akan transformasi batik. Kini…saya sadari kata dan arti FORMULA tidaklah tepat.
Pemahaman ttg Emotional Branding dapat diterapkan dalam industri lokal tanpa rasa takut. Setiap problem dan kasus indutsri lokal membutuhkan penanganan yg spesifik atau customized dan tidak bisa dicekok dengan FORMULA tertentu. FORMULA akan melahirkan mental pabrik dan aplikasi masal, branding yang emotional bukanlah pabrik dan buatan masal tetapi melibatkan craftmanship dan sistem yang sederhana juga powerful.
Dasar2x pemahamam emotional branding tentunya valid tetapi tidak dengan pemaksaan standarisasi FORMULA atau Branding Tool Kit. Ini bagi saya, berlebihan dan tidak perlu.
Penerapan emotional branding tidak hanya berlaku dl industri2x besar saja bahkan FORTUNE 500 tetapi industri kecil atau lokal atau daerah yang membumi apapun berhak memiliki eksekusi dan pemahaman Emotional Branding. Kata “Branding” kadang menjadi salah kaprah…terdengar elite dan hanya diperuntukkan bagi klien2x besar dan indutsri konglomerat.
Ada buku bagus ttg Emotional Branding yang bisa diterapkan dalam segala skala industri dan membumi:
http://www.emotionalbranding.com/index.php
Terima kasih Mas Amien.
Salam hangat,
Henricus
cus, gua suka ‘open path’ nya, simpel, lembut, pastinya bagus dong :D!
WOW! congrates buat kak icus. KEREN! anak bangsa berkarya! thanks, udah jadi inspirasi saya. by the way thanks jg buat obrolan singkat, padat, berkualitas waktu ketemu di Paris Van Java Bandung pas liburan kemaren! keep on creativity from ABOVE! GBU2
Luvly execution for Open Path, 360 degree thinking! Congrats
Bukunya mas Kus tentang STREET AVENUE sebenernya udah saya baca abis, di dalamnya juga ada pembahasan tentang ini (Logo GE, red), tapi kok disini kayanya lebih lengkap ya, Wah mas Kus ga’ adil nih. Mas buku-bukumu selalu aku tunggu, you’re my inspiration abis.
Mas aku bukan anak DKV, tapi aku sangat terobsesi untuk ‘terperosok’ dibidang ini, terpaksa semuanya aku pelajari secara otodidak. Menurut mas Kus, apa yg harus aku lakukan agar orang lain mengakui eksistensiku sementara aku bukan dibidangnya.
Halo Kukuh,
Sebenarnya desainer grafis baik otodidak maupun akademis tidak perlu fokus bekerja semata-mata untuk membuktikan eksistensi-nya. Saya mengerti sepenuhnya dengan maksud Kukuh apalagi bila ada pihak lain yang mengusik-usik profesionalisme anda yang tidak dibarengi background akademis. Janganlah hal tsb. menjadi fokus Anda. Banyak desainer grafis dunia yang otodidak. Paul Rand saja walau mengecap dunia akademis merasa dirinya tidak belajar dari pendidikan akademis tetapi pengalaman kerja.
Fokus bagi Kukuh adalah merancang grafis dengan talenta otodidak terbaik yang Anda miliki dalam setiap opportunities. Yang menjadi tantangan adalah: seberapa pintu terbuka bagi opportunities tersebut ada di hadapan Anda.
Bila Kukuh sudah menjawab tantangan atau opportunities tsb. dengan ouput yang memuaskan. Beranikan diri Anda untuk mempublikasikan secara umum lewat kompetisi2x desain yang ada sehingga karya2x Anda lebih lagi diakui. Percayalah Publik tidak men-judge anda dari latar belakang background akademis Anda tetapi karya2x Anda.
Satu hal yang membahayakan bagi mentalitas desainer: yaitu bila fokus kita semata-mata untuk bisa diakui atau eksis di bidangnya. Desainer terjebak menjadi one man show dan melupakan adanya kerjasama team dan transformasi keilmuan dan profesi. Superman hanyalah sebatas Hollywood saja bukan?
Salam selalu,
Henricus
wadduhh…mas, i’m so ‘fly’ bisa dapet jawaban langsung dari mas kus. Beberapa temen memang memberikan masukan spt itu, namun setelah ‘mendengar’ penuturan dari mas kus memang sepertinya justru itu yang harus saya hindari, saya nyaris terjebak dalam pemikiran itu. Repotnya mas, memang kebanyakan para desainer muda punya pemikiran spt itu yang akhirnya memberikan dampak bagi saya sendiri dalam membentuk sebuah team apalagi dalam hal transformasi keilmuan antar sesama profesi (di kota saya. Red). Masing-masing punya idealisme. Menurut mas kus, apa yang harus sy lakukan untuk membangun sebuah workgroup dalam kondisi spt saya sebutkan. Langkah-langkah spt apa yang menurut mas Kus harus dilakukan. Terima Kasih Mas Kus sudah memberikan masukan kpd saya. Saya jadi lebih dewasa skr.
Hi bung Henri,
Saya pelajar S1 di University of Washington, bidang visual komunikasi. Saya punya banyak pertanyaan di bidang emotional branding yg bung mentioned di atas, saya tertarik dengan seberapa efektif implementasi branding London Olympic 2012. There have been many negative, disparaging critiques on the olympic logo, which is done by Wolff Olins. While it is true that Michael Johnson and Peter Saville might like it, and even regard the logo as revolutionary, how is the aesthetic aspect of the logo? How is it compared to the other olympic logo? Munich ’72 by Otl Aicher or even Lance Wyman’s Mexico olympic logo?
To quote from above, “Dasar2x pemahamam emotional branding tentunya valid tetapi tidak dengan pemaksaan standarisasi FORMULA atau Branding Tool Kit. Ini bagi saya, berlebihan dan tidak perlu.” Saya penasaran dengan pendapat bung Henri, karena di dunia akademik, especially in my school, where Swiss design (and of course, other European designers, and Paul Rand, have been glorified), standardisasi itulah yg membuahkan konsistensi di sebuah brand, dan bukankah konsistensi atau repetition itu yg menyatukan applikasi2 dari sebuah brand? In other words, I would like to know how ‘adaptable’ and how ‘flexible’ a brand should get? Without standardization or even a guideline, isn’t it easy for a brand to lose its own identity?
Dan yg ini pertanyaan yg mungkin cukup personal,
tapi saya kagum sama bung Henri, especially because I don’t see much Indonesian Designer who get themselves listed on a well-published book, or even at agencies such as Wolff Olins, C&G, and Pushpin.
Saya skrng masih berusaha untuk membenahi portfolio saya, dan tahun depan, hopefully, I can end up at either siegel and gale, lippincott, or hopefully VSA partners :).
And lastly, menurut bung Henri sendiri, what is the difference between brand consultants like Wolff Olins, Lippincott, Siegel+gale and design agencies like pentagram, vsa partners, carbone smolan? terima kasih banyak.
-Owen
Dear Owen,
Bagaimana perkuliahan di U-Dub? Owen belajar desain grafis di Seattle…atau Washington University in St.Louis? Jarang sekali ada pertanyaan kritis dari mahasiswa spt. ini…. walau pertanyaan-nya memberondong saya…hahahaha..
Terima kasih Owen sebelumnya.
Paul Rand pernah mengatakan satu hal yg sangat membekas.. “It is necessary to be good than to be original” Mungkin Owen adalah pengikut opini beliau. Demikian juga logo Olimpic 2012.. mana yang anda pilih? Good and beautiful logo or to be different and original? Designers is always hoping to say “BOTH”. But it won’t happened in the 21st.century. Apalagi Owen memegang erat Swiss Design seperti saya dulu saat kuliah di Pratt, tergila2x dgn Muller Brockman. Itu saya sangat pahami. Abad 21 kini… desainer garda depan memiliki tuntutan yang lebih daripada “perfect boundary”. Bila semua desainer berpikiran sama ttg idealisme sebuah logo dan standarisasi keindahan sebuah identitas (apalagi Swiss Design)… apa yang Owen bisa harapkan ttg abad 21 yang disebut sebagai abad RE-BORN?
Mengenai standarisasi dan branding tool kit… itulah yang selalu dipahami benar dan dijual desainer branding kepada klien. Sekaligus paket tsb. telah “melumpuhkan” desainer brand utk membuka peluang bahwa Brand itu tidak selalu berbicara mengenai konsistensi yang kaku tetapi Brand menjadi hidup dan merebut soul penikmat/pengguna brand. Sebagai contoh.. mana yang efektif…Brand tidak ada bedanya dgn religion… sbg contoh: seorang percaya pada Injil… cara pertama dengan mematuhi segala aturan Injil dan hukum-hukum dan larangan-larangan-nya secara garis keras tanpa kompromi atau mengenal makna Injil yang sebenarnya sebagai relationship antara Tuhan dan manusia yaitu “cinta”. Ini berlaku pula dgn Branding.
“In the past, corporate identity was about control and consistency. With too much control, what happens is that people forget about the content.” Karl Heiselman, CEO Wolff Olins at The New York Times, October 18-2007
Saat Owen nanti mulai bekerja atau magang di SiegelGale dst. Owen perlahan-lahan akan bisa memahami “pergolakan atau kontroversi” ini yaitu antara standarisasi VS fleksibel. Standarisasi tidak pernah saya sebut sebagai musuh Branding, tentu saja diperlukan tetapi bukan segalanya di saat ini.
Pertanyaan Owen yg terakhir… semua brand consultant dan design agencies memiliki karakter masing2x… dan bisa berubah bergantung dgn the man behind the gun.
Sbg. contoh: Landor dikenal sebagai konsultan branding yang sangat mementingkan konsep, tetapi cenderung bersikap kompromi dengan tuntutan bisnis klien. Wolff Olins dikenal sebagai BAD ASS.. atau selalu bermain api di garis batas utk menghasilkan brand yg revolusioner tetapi beresiko tinggi untuk tidak memahami bisnis klien yang bisa berakibat fatal. Dst… dst… termasuk Pentagram yang terlalu dominan dgn sistem Partner.. lagi2x Paula Scher..lagi2x Luke Hayman… kredibilitas atau nama baik cenderung hanya milik Partner…Pentagram miskin dengan spirit kebersamaan sekuat Landor atau Wolff Olins. Begitu yang pernah saya alami ketika magang sebentar di Pentagram di bawah Woody Pirtle (1999) akhirnya cabut ke Pushpin yg notabene juga sama…one man show!
mas henri yang baik, saya adalah pelaku iklan di kota kecil di jawa tengah yaitu solo, saya dengan 1 orang rekan kini berusaha untuk mendirikan sebuah biro branding seperti halnya wolf ollins & landor. memang kedengarannya sangat muluk-muluk, tapi saya ingin di indonesia ini punya sebuah institusi yang khusus menangani branding. saya tidak tahu apakah di indonesia ini ada biro semacam ini. karena disini (solo) segala perkembangan ilmu desain dan branding sangat lambat, bahkan sangat sulit untuk maju. hal ini mungkin budaya masyarakat kota ini juga lambat menerima perubahan2. Kami telah 2,5 tahun ini mengedukasi klien2 kami akan pentingnya investasi merk bagi kemajuan perusahaan mereka, ada saran mas untuk kami?
Hi Icus….you are truly amazing…Congratulations..!
Really like this quote from you:
“Kesimpulan adalah rentan. Karena desainer tidak berhenti belajar. Keberhasilan merancang sebuah logo banyak dikaitkan sebagai misteri, intuisi, bakat alami, “hoki” bahkan wangsit hingga fengshui. Tetapi saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan.” (by Henricus Kusbiantoro)
Segala sesuatu dapat diraih dengan adanya semangat dan tujuan hidup dari seseorang, itu terbukti pada anda yang telah sukses untuk menerapkan logo yang tidak terlupakan.
Saya ucapkan selamat pada anda yang telah sukses, dan harus banyak diamalkan pada orang-orang Indonesia. Yang mungkin belum banyak tahu seperti mas (Henricus Kusbiantoro). Majukan INDONESIA ini… Merdeka!
luar biasa sekali pengetahuan yg bisa saya peroleh dari site ini. terus terang saya orang awam yg kadang masih kurang paham isi yg dibicarakan namun saya berusaha memahaminya, terima kasih bang henricus dan rekan2 sekalian. saya memiliki sebuah toko sepeda dan produk2 sepeda yg saya pasarkan ke daerah sumatera dan sekitarnya, dan saya sekarang masih kebingungan mencari brand yang pas untuk produk saya… kira2 saran dari bapak bagaimana seharusnya brand saya itu, mohon saran dan contoh nya. terimakasih sebelumnya.
Wow.. mantap sekali desainnya. Terima kasih atas inspirasinya. Kudu belajar banyak nih.
*hebat euy*
Logo adalah pintu masuk penghubung antara produk dan konsumennya meskipun brand itu bukan hanya logo, lalu pada kasus Muji, logo tidak dicantumkan bahkan memang tanpa logo, hanya nama dan produk itu sendiri saja sebagai brand-nya, ini seperti orang punya nama hidup bermasyarakat tapi tanpa punya identitas wajah (tanpa mata, hidung & mulut). unik memang….konsep Revolusioner..
apa pengaruh logo nike terhadap citra produk?
Terima kasih untuk inspirasinya Mas Henricus.
Salam kenal, nama saya ARY.
Basic saya adalah belajar otodidak sedikit sekali menimba ilmu formal di bidang desain, dalam hal branding saya masih sangat kesulitan terutama untuk menentukan emosi yang tepat pada logo-logo klien saya, sehingga saya mudah terbawa oleh “kesan simple yang diinginkan” klien saja (modern, klasik, hi-tech, dll).
Adakah resume atau literatur yang bisa saya pelajari?
Sebelumnya terima kasih Mas Kus.
Satu hal yang membahayakan bagi mentalitas desainer: yaitu bila fokus kita semata-mata untuk bisa diakui atau eksis di bidangnya. Desainer terjebak menjadi one man show dan melupakan adanya kerjasama team dan transformasi keilmuan dan profesi. Superman hanyalah sebatas Hollywood saja bukan?…saya suka sekali dengan kalimat itu…
Dear Ary Syahrial,
Ada satu buku bagus yang banyak mengupas ide2x komunikasi visual tanpa menjadi kompromi dgn semata-mata keinginan klien yang hanya fokus pada sistem makelar tanah. secepat mungkin dapat profit dan tidak menghiraukan positioning brand itu sendiri.
Saya berharap ini bisa membantu Ary. Salam dan sukses terus berkarya!
Problem Solved
by Michael Johnson
Phaidon Press Ltd.
First Published in 2002
mas…logonya asik2….logo yg keren ketika logo tersebut diangkat dari ide atau konsep sederhana yg sebelumnya tidak terpikirkan oleh kita…tetapi setelah jadi hasilnya seperti ide2 atau konsep yg brilian…membikin kita terhenyak seketika……logo adalah refleksi wawasan imajinasi yg dituangkan secara visual mempunyai makna karakter jiwa
mas…ngomong2 ketika akan membuat sebuah logo apa saja yg sering biasa dilakukan……
trim’s berat mas henri…tetap eksis
its so proud!!keren bgt kq…mkasi y.da ngebantuin gw bwt tgs neh.bener2 inspirasi yg tersembunyi…
Dear Wilfred di Solo,
Maaf baru saya bisa balas e-mail Wilfred yg ternyata baru saya sempat baca dan terselip. Apa yang Wilfred cita-citakan utk membangun branding consultant di Solo itu BUKAN hal yg muluk. Saya tekankan lagi… tidaklah muluk dan bukan sekedar mimpi.
Satu kesalahan atau bisa disebut langkah yg terburu-buru bila Wilfred sudah mendeklarasikan hadirnya branding consultant di Solo atau kota2x kecil lainnya… walaupun menurut saya, Solo itu bukanlah kota kecil… tetapi kota berkembang bukan? Mal-nya saja sudah besar sekali dan meresahkan industri lokal.
Masyarakat kota Solo yg belum dibombardir dgn kata “branding” seperti Jakarta… akan sulit untuk menelan bulat-bulat edukasi dari Wilfred akan branding. Apalagi bila mengadakan seminar branding dgn istilah2x buku asing dan kutipan pakar branding… hasilnya bukan branding tetapi pusing.
Mulailah dgn “branding” yang sederhana. Sebagai contoh, Helar Festival di Bandung yang akan dan sedang digelar besar-besaran oleh Pak Irvan Noe’man dkk. melancarkan visual branding yang mengigit di seluruh penjuru kota. Mulai dari logo, konsistensi poster publikasi, maskot, dan aplikasi branding lainnya yg dekat dan akrab dgn masyarakat lokal tanpa perlu menjelaskan arti branding secara teoritis apalagi dari sudut marketing branding science…. ala Lipincott
Masyarakat kota Solo akan celik sendiri dan sadar bahwa branding yang ampuh dapat mengubah kota Solo tanpa merusak identitas lokal Solo menjadi komersialisasi dan kebarat-baratan. Branding yang ampuh tidak hanya membutuhkan visualisasi yang menusuk tetapi juga pengorbanan biaya yg tidak sedikit agar bisa cakupan media dinikmati publik bisa lebih luas . Ini yang menjadi modal terlebih dahulu. Walau budget rendah pun tidak menutup kemungkinan branding yang ampuh seperti branding lingkaran biru KB Indonesia yg ampuh diera thn 80-90an.
Wilfred bisa memulai dari project2x yg nyata di kota Solo. Dagadu adalah branding kota Jogja. Petakumpet agency adalah branding kota Jogja. Loenpia Semarang adalah branding kota Semarang. Wilfred bisa memulai dari revitalisasi branding di kota Solo yang memungkinkan sbg landmark kota Solo. Branding Roti Mandarijn adalah bukti paling terkuat dari mulut ke mulut hingga logo Jempol yg BOLD grafis dikenang oleh om-om tante-tante, opa oma buat hadiah cucu setiap kali mengunjungi Solo. Mungkin Wilfred bisa memulai mendekati pemerintah Solo utk revitalisasi branding Benteng Belanda yg saat ini sdg dipugar di kota Solo… atau bahkan revitalisasi branding Pujasera Kota Solo yg menghimpun kulinari Solo dari nasi liwet s.d sate kambing.
Bila Wilfred sudah punya beberapa portfolio project di Solo… mulailah Wilfred bisa melancarkan strategi dan pengetahuan branding lebih berani lagi ke masyarakat, pemerintah dan pemilik modal. Pasti mereka manggut2x at least.. tidak ragu utk melakukan aksi branding.
Pasti ada jalan bagi Wilfred yg punya passion di branding. Saya ikut support dan salut utk perhatiannya di kota Solo,
Dear Mr Kus yang saya kagumi,
Mas Kus, saya freelancer one man show sejak waktu kuliah, dan mulai benar-benar fokus jadi freelancer 2 tahun ini.
sampai sekarang saya merasakan kenyamanan kerja seperti ini.
Hidup dengan tidak harus masuk kantor adalah kenikmatan luar biasa buat saya. Hidup benar-benar indah.
Tapi setelah membaca tulisan-tulisan anda, saya kok minder ya, seperti anak ingusan kemarin sore.
Apakah jadi freelancer one man show ini membuat orang tidak berkembang?
Mas Kus, saya 24 thn, yang ingin saya tanyakan, saat anda berusia 20-25 tahun, apa yang sedang anda kerjakan? apa cita-cita mas Kus saat itu dan kalau ada kesempatan kembali ke masa itu apa yang akan anda rubah?
Kalau sempat, tolong dibalas ya.
Terima kasih
http://www.desaindanfotografi.com
salam mas henricus.
kadang saya menemukan klien yang ga mau rumit, mereka langsung minta dibuatkan alternatif beberapa logo sebelum akhirnya dipilih satu (entah untuk dikembangkan atau langsung di apply…)
nah bila sudah demikian saya jadi tergoda untuk membuat logo sekedarnya (ga mendalam), ditambah lagi klien kebanyakan ga mau bayar ‘mahal’ untuk logo mereka…..
gimana cara mengatasi godaan ini… hehehe.
thx banget… asli logo2 nya keren!!
halo mas henri, mat kenal ya…
wooow….itu komentar pertama saya ketika melihat desain mas henri, keren banget!!
gini mas, ada yang ingin saya tanyakan. dalam pembuatan sebuah logo, apa saja yang harus diperhatikan/pertimbangkan? seberapa penting pertimbangan fengshui dalam pembuatan logo, atau justru tidak penting kah?
thx banget mas….
Salut buat karya2nya, terus maju dan selalu yang terdepan. Semoga ini mnjdi inspirasi untuk para org2 desain grafis lebih maju dlm brkarya.
kak bisa minta tolong buatkan logo ato lambang.
XmD. <<<< please.. di samarinda sulit desain grafis..
jadi tolong ya.. kita hobi main game warcraft dota…
jadi bisa minta tolong ya.. q ad buat bisa liat di fs
Mas Kus, saya suka diminta orang buat logo. Latar belakang saya adalah kaligrafer. Saya lebih cenderung membuat logo dari hasil goresan tangan saya yang spontan….. Kadang juga saya ingin buat yang menggunakan tipografi (logotype). Bagaimana menurut Mas Kus……..???
Halo Papadefung,
Latar belakang kaligrafer sangat sangat membantu kepekaan merancang logotype dengan penekanan estetik yg detail dan craftmanship yang tinggi. Kemampuan kaligrafi terkadang sering dilupakan atau oleh sebagian orang dinyatakan sudah out of date. Tetapi pada prakteknya, calligraphy approach is always be timeless and has a surprised graphic output that stand out from among logotype executions!! Jadi bila anda memandang eksekusi kaligrafi adalah komunikasi visual yang paling tepat bagi problem solving klien anda… this is a great opportunity.
Eksekusi kaligrafi juga sudah sering menjadi pilihan logotype yang ampuh bagi klien2x baik skala besar maupun kecil. Sebagai contoh rancangan terbaru logotype perusahaan retail terbesar dan bergengsi amerika, Saks Fifth Avenue… oleh desainer Michael Bierut memutuskan logo terbaru mereka dari semula san serif typeface menjadi serif yang bernafaskan calligraphy. Begitu indah dengan ekseksusi grafis yang moderen karena memanfaatkan fleksibilitas sistem grid di balik logo baru tersebut. Agar lebih jelasnya…. bisa melihat logo tsb melalui link sbb.:
http://blog.pentagram.com/2007/09/want-it.php#more
http://blog.pentagram.com/2006/12/new-work-saks-fifth-avenue.php#more
Semoga bisa menjadi inspirasi dan masukan utk terus mengembangkan talenta anda dan kerja profesional!
kak…bisa tolong buatin logo buat band aquw ga…..
nama bandnya trade mark….
soalnya aq udah ke design grafis beberapa kali tapi ga ada yg cocok…kali aja kakak bsa bantuin…
please….
Terima kasih banyak mas Kus, atas masukannya. Ini benar-benar jadi inspirasi bagi saya. Saya jadi lebih semangat lagi nih… dan merasa PD. Dan saya berencana mengembangkan bakat kaligrafi manual ini ke arah “Digital Calligraphy”….
Yang kumpulan logo itu bener2 bikinan Mas Kus? Serius nih? Buset de! Itu ada Emmy sgala.
wah…. pas mampir kesini trus baca2, eh jd tambah ilmu, ibaratnya saya baru aja ketemu guru baru yg keren!
hehehehe… ;p
terima kasih banyak-banyak om!
Mas, saya dimintain bikin logo untuk sebuah Klinik Kesehatan Tulang Belakang. yang punya nya pengen ada globe n tulang belakang dalam bentuk apapun (silhouette ato apapun), nah ini adalah pembuatan logo pertama saya, Jadi mohon sekali bantuannya, buat siapa aja yang mo ngasi masukan aku terima di [email protected]
great…simply the best..
tetap “NAKAL” dalam berkaya..bro…
I proud of u…HIDUP ANAK BANGSA
we can share..bro…
mas .. logo damar mas yang buat ? .. hehhehe lam knal mas
logonya keren2 oy…I suka yang en’s collections ama carter’s cute banget. kebetulan lagi cari inspirasi nih bikin logo : ) thanks so much ya Mas Kus ; )
mas cus banyak tau soal logo-logo n symbol2 pasti dah banyak tau jg ttg kisah dibaliknya. bisa ceritain dongengnya piramida terpancung, mata, pentagram g?
salam kenal,
sangat berkesan sekali membaca artikel - artikel anda diatas.
saya ada sedikit pertanyaan,
Apa pendapat anda tentang logo contest instan selama 7 hari tanpa konsep dan penelitian lebih dalam “zombie” :D, yang di selenggarakan beberapa website amerika dan website australia pada trend tahun - tahun sekarang ini, apakah trend tersebut merupakan pembodohan pada seorang designer atau dijadikan ajang mengetest kemampuan diri dibidang branding?
apakah trend style web 2.0 dalam sebuah logo, bisa di kategorikan logo yang berhasil?
Haturnuhun. diantos waleran na.
salam.
wah begitu dalam, filsuf proses didalamnya, kalo boleh saya mau berguru pada mas hendricus k. tapi kapan yah….hahahahaha
whoaa.,really inspirational..
sya jdi ngrasa bru knl yg nma’a desain grafis.,pdhl sya uda ska dan belajar mendalami dsain grafis udah ckup lama..
klo dsruh mixing 3 hal wat d blend jdi 1 perfect design(almost exactly :p) apa bkal mas icus pilih?
tlg dbls y..
mksi wat inspirasi’a..
[…] mengucapkan selamat kepada dua desainer grafis Indonesia yang berkarya di Amerika, Henricus Kusbiantoro dan John Kudos, yang telah memenangkan kompetisi tahunan Graphis, masing-masing dengan 2 (dua) dan […]
[…] Henricus Kusbiantoro dan Logo 25.991views […]
[…] desainer merek, Henricus Kusbiantoro telah melahirkan banyak desain logo dan meraih sejumlah penghargaan internasional. Desain karyanya, […]
mau tanya dong mas. boleh ya.
“Your first critical and best design job is scaling the logo 85% into the copy machine”
itu quotesnya mas Henricus yg muncul di website ini.
pertanyaannya, itu maksudnya apa sih mas?
saya ga ngerti nih hehehehe…
terimakasih.
[…] desainer merek, Henricus Kusbiantoro telah melahirkan banyak desain logo dan meraih sejumlah penghargaan internasional. Desain karyanya, […]
openpathope, disengaja atau tidak ini adalah ambigram yg sangat hebat.
informasi yang terkandung dalam blog ini sangat bermanfaat bagi saya..terima kasih atas infonya
@ryanmanna: Terima kasih. Senang mendengar bahwa situs DGI bermanfaat bagi anda.
Terima kasih infonya, sungguh sangat bermanfaat. So inspiring, thanks