Pada bulan Januari 2011, desainer grafis Arief ‘Ayip’ Budiman berkesempatan mengunjungi Hong Kong. Berikut adalah kisahnya.
SUDUT WANCHAI
19.1.11
Sudut jalanan Wanchai menyimpan aroma urban sebagaimana kota modern. Yang membedakan hanya identitas China yang tetap melekat dengan aksara di penjuru kota.
Click on the image to fit on your monitor
PASAR TRADISIONAL DI TENGAH MODERNITAS
19.1.11
Entah mengapa pertanyaan wajib yang muncul ketika ada di sebuah tempat baru adalah “Dimana lokasi pasar tradisional?” Tak terkecuali ketika di metropolitan Hong Kong, senang rasanya bisa menemukan pasar Wanchai. Akhirnya selalu berulang tiap ke Hong Kong selalu sempat berada di pasar Wanchai yang pertamakali dikunjungi 2008 ini. Alasan paling klise sejujurnya di pasar tradisional masih tersisa peradaban yang orisinil dari sebuah tempat. Sebuah momen berharga untuk mengenali lingkungan baru secara lebih lengkap.
Pertamakali bertanya soal keberadaan pasar tradisional ke warga Hong Kong mereka selalu jawab “Kami sudah tak punya yang seperti itu lagi” Tapi rasa penasaran membuat yakin bahwa hal semacam ini pasti masih ada. Dan buktinya malah secara tak sengaja ketika mencari mainan anak anak malah menemukan pasar dengan suasana yang dibayangkan. Sebuah pasar tradisional dengan aroma khas yang dikungkung gedung-gedung menjulang dan kesibukan sebuah metropolitan.
Pasar Wanchai merupakan beberapa ruas jalan yang difungsikan sebagai pasar, tiga ruas jalan utamanya disesaki pedagang aneka keperluan mulai dari sayur, buah, daging dan keperluan rumah tangga. Sementara di ruas jalan lainnya banyak kedai makan ketika di pagi hari dipenuhi mereka yang membaca koran sambil sarapan. Di pojok jalan pasar saya temukan kuliner lokal, Nasi Tim Ayam yang sangat lezat dengan Teh Hijau panas sebagai pasangannya.
Yang menarik di pasar Wanchai ada kios recycling dimana kardus dan kertas, botol botol dan barang bekas lainnya dikumpulkan dan dikemas secara rapi. Lalu pasar ini ramah balita dan penyandang cacat. Beberapa kali saya berpapasan dengan ibu yang mendorong kereta bayinya dan seseorang berbelanja dengan kursi rodanya. Berkeliling di pasar Wanchai memang menyenangkan karena bersih dan teratur ditengah kekhasan ‘semerawut’ pasar, berkeliling dan merekam imaji pasar Wanchai juga berkah luar biasa. Paling tidak kalau tetangga terpilih jadi kepala pasar bisa saya sharing betapa pasar tradisional masih bisa eksis melawan arogansi pasar modern.
Wanchai, January 2011
Click on the image to fit on your monitor
Manula masih banyak berbelanja sendiri di pasar Wanchai.
GOODS OF DESIRES (G.O.D.) STUDIO VISIT
20.1.11
Pertamakali berkenalan dengan Douglas Young, pendiri dan aktor intelektual Goods Of Desires (G.O.D.) product lifestyle bernyawa budaya China yang tenar itu di Bangkok Design Festival Oktober pada 2009. Selepas memberikan presentasi di Design Saturday, ia dikerubuti dan diberi selamat oleh pemirsanya. Sebuah penghargaan akan kerja kreatifnya mencipta G.O.D. beridentitas budaya China yang bergaya masa kini. Lalu saya paling buncit di sela rehat makan siang menemuinya dan berkenalan sekaligus mengapresiasi G.O.D. brand ciptaannya itu.
Setahun berlalu dan ketika kunjungi show Ika di HK Fashion Week for Winter 2011 ada banyak waktu luang untuk temui Douglas. Ekspektasinya bisa bertemu di salah satu outletnya di Kowloon yang mudah dijangkau, namun apa daya, sang tuan rumah ingin menerima saya di studio kerjanya sekaligus sebuah museum di kawasan Shek Kip Mei. Tempat itu adalah nama baru dalam referensi HK saya, namun dengan imaji yang berbunga membayangkan sebuah suasana studio maka sore yang dingin itu dengan kereta saya tuju Shek Kip Mei yang berada di perbukitan dan merupakan kawasan baru yang lebih tertata. Studionya berada di gedung The Jockey Club Creative Arts Centre yang besar dan energi kreatif yang kental dengan suasana orang-orang berkarya dan membuat persiapan sebuah eksibisi seni.
Saya dipersilakan masuk di cafe bernuansa 1950an, ternyata itu adalah ruang tamu sekaligus museum entrance. Cafe itu, kata Douglas adalah hibah dari seseorang secara lengkap. Impresi yang diberikan interior dan pencahayaan lampu “warm” menunjukkan kehangatan studio dan museum ini. Dekorasinya penuh menutupi dinding dengan aneka koleksi dan karya studio. Tour studiopun dimulai dengan memperlihatkan produk baru G.O.D. dan kenalan dengan para desainernya yang tengah lembur. Statement “Understanding Hong Kong Culture” demikian terasa di studio itu.
Sesi tea time sekaligus ngobrol adalah saat yang paling bersahaja. Douglas berkisah tentang gagasan dan konsepsi G.O.D. lalu kesibukannya mencipta produk baru bersama timnya sekaligus memenuhi undangan presentasi dan seminar, ia menceritakan juga impresinya sewaktu di Bali. Ketika saya mengapresiasinya dengan menyebut kiprahnya sebagai pemberdayaan kultur yang menjadi power Asia ia tersenyum dan mengulang-ulang kata itu seperti menggaris bawahi. Kebersahajaannya tak menyiratkan ia dan G.O.D. adalah peraih begitu banyak award dan reputasi. Inikah rupanya hospitality yang menjadi bagian budaya Asia itu.
Apa yang dilakukan Douglas, adalah sebuah model penting bagi desainer yang negerinya memiliki basis kultur yang kuat macam Indonesia. Mengeksplorasi budaya menjadi komoditas kreatif baru adalah tantangan sekaligus peluang. Selepas percakapan hangat itu dengan malas saya harus pamit dan sepanjang jalan yang dingin menuju stasiun Shek Kip Mei saya kantongi kedua tangan agar sehangat kepala yang tiba-tiba menggelora.
Wanchai, January 2011
Click on the image to fit on your monitor
Sumber: Ayip Bali
•••