Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

The Blessings of Mother Earth…

Oleh: Ismi Wahid

Perempuan yang Tertutup Matanya
Rotua Magdalena menggelar pameran tunggal dengan teknik baru layered artography, di Rumah Jawa, Kemang, Jakarta. Dibuat dalam empat hingga lima lapis fotografi dan lukis.

Goresan-goresan itu berbicara tentang perempuan yang tertutup matanya. Begitu anggun, tenang, dan sangat menyentuh sisi personal. Yang terbaca bukan lagi sorot mata, melainkan hati. Semua orang bisa melihat dengan berbagai macam persepsi. Namun, tatkala yang tampak adalah mata tertutup, mereka akan melihat melalui hatinya. Begitulah Rotua Magdalena Pardede Agung berbicara dengan bahasanya dalam pameran tunggal yang ia beri judul “The Blessings of Mother Earth”. Pameran ini berlangsung hingga 20 Mei nanti di Rumah Jawa, Kemang, Jakarta.

“Pameran ini begitu personal untukku,” ujar Magdalena dalam kuratorialnya. Dua bulan lalu, ibundanya tutup usia. Maka momen inilah yang menjadi inspirasi baginya. Betapa Magda ingin mengungkapkan rasa hormat dan kekagumannya kepada sang ibunda.

Tengoklah karyanya berjudul Mamiku Tercinta, 2011. Lukisan itu berupa kolase foto-foto ibundanya saat masih muda, bahkan ketika menggendong Magda kecil. Di situ juga tampak beberapa benda, seperti rempah-rempah dan dedaunan. Benda itu ia foto berulang kali membentuk beberapa layer.

Lihat juga karyanya berjudul 5 Series of Reflections in Time. Magda melukis wajah-wajah perempuan yang menyiratkan keteduhan dalam potongan kain yang terpisah. Potongan kain kecil itu kemudian disusun ulang dalam bingkai yang lebih besar. Seperti ada kedalaman ruang di sana. Ide yang hampir sama terlihat pada karya berjudul Fabric of Faces.

Semua karya Magda dibuat dengan teknik layered artography. Ia mempertahankan penggunaan fotografi untuk mendekatkan realitas dan representasinya. Ia bahkan menggunakan ruang riil dan barang-barang temuan serta membubuhkan teks atau catatan.

Magda dalam kuratorialnya menulis bagaimana ia memproses semua karyanya ini. Sebagai awal dari sebuah gagasan, Magda mewujudkannya dalam sebuah sketsa. Kemudian dilanjutkan dengan teknik melukis. Hasil karya dasar tersebut lalu di-capture dengan teknik fotografi. Maka jadilah layer 1.

Proses berikutnya, layer 1 ditambahi efek dengan layering natural fiber dan dicetak. Hasil cetak digital ini menjadi layer 2. Layer 2 yang sudah jadi itu kemudian dilukis kembali. Hasilnya di-capture dengan fotografi. Dan jadilah layer 3. Layer 3 lalu dibubuhi ornamen tambahan, seperti benda-benda organik dari alam, di antaranya batu, kerang, dan buah kering. Seusai penambahan itu, hasilnya kemudian difoto kembali. Jadilah layer 4. Hasil layer 4 yang telah dicetak kemudian dilukis kembali menjadi layer 5.

Betapa proses itu dilakukan berulang-ulang. Tiap karya harus mengalami empat hingga lima layering semacam itu. Tapi inilah yang menjadikan karya Magda begitu unik dan lain. Kurator Elizabeth M. Taylor menyebutkan, karya-kaya Magda dalam pameran sebelumnya memperlihatkan kegembiraan yang meluap-luap, pencampuran gambar yang mengalir bebas, dan pilihan warna yang berani. Namun kali ini ia menggunakan pendekatan yang lebih sederhana. Warna-warna yang dipilih menunjukkan pergeseran energi bagi Magda.

Adapun Magda menerangkan, pamerannya kali ini adalah sebuah pencarian inner factor dalam dirinya. “Sejak awal saya punya kerangka berpikir lapisan demi lapisan,” tulisnya. Memori yang berlapis-lapis itulah kemudian ia wujudkan dalam hasil karya berlapis yang lebih riil.

Jim Supangkat dalam pengantarnya menyebut Magda sebagai seniman yang berangkat dari jalur grafis. Melalui jalan grafis, ia menemukan konsep bagi karya-karyanya. “Magda mampu merekam realitas dan menggabungkan konsep tersebut dalam rekaman realitas yang lain, menjadi karya fotonya,” demikian ditulis Jim. Kendati tak ia sadari, Magdalena tiba pada sebuah prinsip mendasar yang lain pada seni rupa kontemporer, yaitu upaya memahami realitas melalui pluralisme.

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly