Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

Semiotika Komunikasi Visual dalam Karya DeKaVe

sampul-semiotika-komvis.gif

Oleh Sumbo Tinarbuko

Semiotika dan Desain Komunikasi Visual (DeKaVe) sejatinya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan lainnya.

Mengapa demikian?

Karena menurut fitrahnya, semiotika adalah ilmu tanda yang berfungsi menjaring makna atas segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan manusia sehari-hari.

Sedangkan DeKaVe adalah produsen tanda yang menghasilkan jutaan makna yang di dalam kesehariannya diabdikan untuk memecahkan masalah komunikasi visual atas segala aktivitas kehidupan manusia di jagad raya ini.

Artinya, siapa pun yang tergerak dan bergerak dalam ranah wacana maupun praksis DeKaVe, mereka sesungguhnya parakreator tanda yang piawai mengreasikan berjuta-juta makna penuh warna. Sementara itu, jutaan makna penuh warna yang merekah dari karya DeKaVe, diyakini mampu membawa berkah, kabar gembira, dan warta damai bagi kemaslahatan umat manusia.

Fitrah lainnya, Semiotika dan DeKaVe adalah pasangan hidup yang diciptakan untuk menghidupkan makna pesan verbal dan pesan visual dalam keseharian proses komunikasi secara horisontal antara manusia yang satu dengan lainnya, antara manusia dengan lingkungannya, dan antara manusia dengan Sang Khalik Yang Maha Esa.

Tanda menurut Semiotika adalah unsur fundamental dalam Semiotika dan Komunikasi, yaitu segala sesuatu yang mengandung makna. Keberadaannya mempunyai dua unsur yaitu penanda (bentuk) dan petanda (makna). Tanda yang dimanfaatkan dalam karya DeKaVe sebagian besar menggunakan ikon, indeks, dan simbol.

Sementara itu, kode dipahami sebagai cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial untuk memungkinkan suatu pesan dari seseorang disampaikan kepada orang lain. Dalam konteks ini, kode kebudayaan, kode hermeneutik, kode semantik, kode narasi , dan kode simbolik banyak dimanfaatkan untuk melihat karya DeKaVe yang dijadikan objek kajian dalam buku ‘’Semiotika Komunikasi Visual’’ ini.

Bahwa kode semiotik struktural pada kasus tertentu tidak bisa untuk menganalisis teks karya DeKaVe, ketika karya DeKaVe tersebut keluar dari kode yang berlaku. Keluar di sini artinya bertolak belakang, menentang, atau melecehkan. Jadi semiotika struktural dengan ciri utama yang stabil tidak bisa menjelaskan teks yang lebih labil, untuk itu diperlukan kehadiran semiotika pascastruktural.

Berdasarkan point-point tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa karya DeKaVe yang dijadikan objek kajian setelah ditafsirkan berlandaskan tanda verbal dan tanda visual, maka bisa diklasifikasikan berdasarkan kombinasi antara tanda, kode, dan makna.

Ketiga unsur semiotika itu (tanda, kode, dan makna) menjadi pertimbangan dalam melihat dan menangkap pesan yang mencuat dalam karya DeKaVe. Hubungan ketiga unsur tersebut sangat erat. Antara yang satu dengan lainnya saling melengkapi.

Terkait dengan hubungan ketiga komponen tersebut, muncul entropi (tidak terjadi pengulangan) terhadap hubungan objek karya DeKaVe, konteks, dan teks, sehingga hasil penafsiran makna menjadi relatif ideal, karena informasi yang disampaikan sangat efektif dan persuasif. Masing-masing komponen menempati posisinya sesuai dengan porsinya.

Karena pesan yang terdapat pada berbagai karya DeKaVe yang menjadi objek kajian buku ‘’Semiotika Komunikasi Visual’’ ini adalah pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran dalam bentuk tanda. Maka secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal didekati dari ragam bahasa, gaya penulisan, tema dan pengertian yang didapatkan. Tanda visual dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis.

Penjelajahan semiotika komunikasi visual sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan – dalam hal ini karya DeKaVe– dimungkinkan, karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa.

Artinya, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial. Bertolak dari pandangan semiotika tersebut, jika sebuah praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya – termasuk karya DeKaVe – dapat juga dilihat sebagai tanda-tanda. Hal itu menurut Yasraf A Piliang dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.

Mengingat karya DeKaVe mempunyai tanda berbentuk verbal (bahasa) dan visual, serta merujuk bahwa teks karya DeKaVe penyajian visualnya mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem-sistem nonkebahasaan untuk mendukung pesan kebahasaan, maka pendekatan semiotika komunikasi visual sebagai sebuah metode analisis tanda guna mengupas tuntas makna karya DeKaVe layak diterapkan dan disikapi secara proaktif sesuai dengan konteksnya.

Sumbo Tinarbuko, Konsultan Desain, Dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Program Pascasarjana ISI Yogyakarta.

Catatan: Tulisan ini dipresentasikan oleh penulisnya, Sumbo Tinarbuko, saat peluncuran bukunya “Semiotika Komunikasi Visual” pada tanggal 6 Februari 2008 di Gedung Wanita Tama, jalan Solo, Yogyakarta, jam 19.00.

Lihat juga Semiotika Komunikasi Visual dan Produser Tanda Harus Pahami Semiotika.

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

COMMENTS

  1. jadul amat sih masih ngomongin semiotik, org udah kemana-mana, ini masih gini2 aja.

  2. waduh bu jessica…walaupun jadul kalo orang awam kaya gw yang berasal dari otodidak, yang pengen sekolah dekave ga mampu…sharing kaya gini kan penting juga…mudah2 bu jessica bisa sharing ilmu yang lebih menggairahkan untuk perkembangan ilmu dekave indonesia.

  3. benul kang rully (kuya??), sayah setudju pisan…dilihat dari perkembangan dunia desain grafis sekarang yang secara praktis sangat banyak namun yang bisa menguasai konsep dan makna desain sangat kurang… mungkin buku ini bisa membantu perkembangan desgraf bukan hanya di kalangan anak kuliahan.. tapi juga anak sekolahan.. (es em a, es te em, de satu , dan de dua)

  4. betul… bu…

  5. maksud saya, bu jessica mungkin merasa jadul bgt ngomongin semiotika.. tetapi pada kenyataannya kita tiap hari melakukannya dan mematuhinya, cuman kita aja yang ga tau atawa ga sadar kalo sdh melakukannya… Tuladha: anda masih percaya klo lampu lalin menyala merah anda harus berhenti… Anda ga salah masuk WC umum karena ada tanda mana WC untuk pria mana WC wanita…

  6. dalam desain grafis, semiotika adalah akar..
    tanpa semiotika, desain yang kita buat meskipun bagus dan menyilaukan mata tapi belum tentu mampu menyampaikan pesan dengan tepat dan berkomunikasi secara baik dengan target audiencenya..

  7. slmt siang pak sumbo, salam kenal.

    saya pras, saya skrg sedang meneliti tentang semiotika desain grafis t-shirt local clothing yang ada di distro-distro. tetapi, saya masih menemui kendala dimana korpus saya terdiri dari tipografi dan gambar. saya bingung dalam menganalisa tipografi tersebut dengan memakai semiotika. apabila pak sumbo berkenan membagi khasanah kepada saya ttg bagaimana menganalisa korpus tersebut. terimakasih sebelumnya dan maaf jika saya ada salah kata. terimakasih.

    salam.

  8. jika kita jatuh cinta, semua tanda semiotik yang ada di tubuh si dia, membuat kita tambah mabuk kepayang.
    moga aja cepat menikah, agar bisa leluasa menganalisis semua bagian tubuhnya. semiotic is the best!!!

  9. nah seperti itulah asyiknya bercengkerama dengan semiotika komunikasi visual.
    monggo silakan dilanjut …

  10. ada yang bisa bantu skripsi saya..
    efektifitas foto dlm halaman muka surat kbr??
    katanya pake semiotika ya???
    mohon petunjuk…

  11. pengen liat karya-karyanya lebih banyak dong!!!
    Gallery nya dimana ya???

  12. makasih bgt pak sumbo bukunya… bantu banget skripsi saya, tapi maaf kadang2 kalau ditanya dosen bc buku apa, saya salah bilang pak sinarbuko… :)
    bwt jenk jesica… yang jadul sebenarnya siapa ya?

  13. thx. :)

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly