Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

Publik Tersandera Logika Bisnis

Sumber foto: www.darkfloor.co.uk

Catatan Akhir Tahun 2011 oleh Remotivi tentang Industri Televisi di Indonesia (bagian 2)

Pengantar Redaksi: Beberapa waktu lalu, Remotivi mengadakan survei mengenai “Hak Publik Atas Televisi dan Pendapat Seputar Iklan Susupan”. Survei sederhana ini dilakukan di beberapa kampus negeri dan swasta di Jakarta dengan 220 mahasiswa sebagai responden yang dipilih secara acak. Hasil survei tersebut kami turunkan sebagai bagian dalam rangkaian Catatan Akhir Tahun 2011. Ini adalah tulisan kedua dari ketiga tulisan tersebut. Tulisan lain: Polusi Bisnis di Udara Indonesia.

Dalam kerangka televisi sebagai ruang publik, tentu saja iklan merupakan kepentingan privat. Garis demarkasi antarkeduanya merupakan poin penting yang mesti dirawat untuk menjaga agar televisi tetap sebagai ruang publik yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan publik.

Namun belakangan, batas-batas antara yang privat dan publik di televisi kian samar. Iklan tampil tidak lagi dengan paras usangnya, tapi sudah termodifikasi sedemikian rupa, yang bahkan tak jarang tak bisa dikenali lagi referensinya. Bukan saja soal fisiknya yang mengecoh, tapi penempatannya yang menjarah ranah-ranah yang seharusnya tak diperuntukkan kepada iklan.

Jika dulu kita hanya melihat iklan pada saat jeda tayangan atau segmen, yang dikenal dengan istilah “jeda komersial”, maka kini iklan tidak hanya tampil pada saat jeda, tapi juga ketika tayangan tengah berlangsung. Iklan-iklan “susupan” itu tampil dengan beragam jenis dan beraneka nama. Untuk menyebut beberapa di antaranya adalah (1) Super Impose, yaitu iklan yang tampil di pojok layar, biasanya berbentuk logo suatu merk; (2) Ad-lips, yaitu promosi produk secara verbal yang dilakukan selebritas atau pembawa acara pada suatu tayangan; dan (3) Template, yaitu iklan berupa teks dan atau grafis yang muncul saat tayangan tengah berlangsung.

Dengan kemunculan jenis-jenis iklan ini, ada baiknya kita kembali menanyakan dikotomi televisi sebagai organisasi sosial dan sekaligus privat. Sesungguhnya menyangkut hal ini, Undang-Undang Penyiaran telah menjawabnya dengan lugas. Bahwa media massa, pertama-tama adalah organisasi sosial, baru kemudian organisasi privat. Namun kehadiran jenis iklan yang telah disebutkan di atas, seolah membalik apa yang menjadi ketetapan UU Penyiaran.

Pasalnya, ketika iklan tidak lagi mengatakan dirinya sebagai iklan, dan lebih memilih menyusup dalam program-program yang diperuntukkan bagi publik, jelas di sini ada persoalan. Pertanyaannya adalah apakah program ada untuk publik atau memang sengaja dibuat agar memberi ruang pada iklan untuk berkomunikasi dengan publik? Maka dalam rangka mengurai batas-batas publik-privat dalam televisi yang kini telah samar, suvei yang dilakukan Remotivi ingin mengetahui pandangan publik tentang iklan yang hadir sebagai bagian yang terintegrasi dengan program, atau sebut saja “iklan susupan”.

Baca selengkapnya di www.remotivi.or.id

REMOTIVI adalah sebuah inisiatif warga untuk kerja pemantauan tayangan televisi di Indonesia. Cakupan kerjanya turut meliputi aktivitas pendidikan melek media dan advokasi yang bertujuan (1) mengembangkan tingkat kemelekmediaan masyarakat, (2) menumbuhkan, mengelola, dan merawat sikap kritis masyarakat terhadap televisi, dan (3) mendorong profesionalisme pekerja televisi untuk menghasilkan tayangan yang bermutu, sehat, dan mendidik.

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly