Catatan Akhir Tahun 2011 oleh Remotivi tentang Industri Televisi di Indonesia (bagian 1)
Pengantar Redaksi: Beberapa waktu lalu, Remotivi mengadakan survei mengenai “Hak Publik Atas Televisi dan Pendapat Seputar Iklan Susupan”. Survei sederhana ini dilakukan di beberapa kampus negeri dan swasta di Jakarta dengan 220 mahasiswa sebagai responden yang dipilih secara acak. Hasil survei tersebut kami turunkan sebagai bagian dalam rangkaian Catatan Akhir Tahun 2011. Ini adalah tulisan pertama dari ketiga tulisan tersebut.
Ruang publik menjadi sebuah tema perbincangan yang penting dalam cuaca demokrasi. Di sanalah terjadi pertemuan antara yang privat dan yang publik. Pada ruang publik, kesamaan hak adalah harga mati.
Jürgen Habermas mendefinisikan ruang publik sebagai wilayah kehidupan sosial di mana opini publik terbentuk. Baginya, pada zaman sekarang, media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi adalah juga merupakan ruang publik (Sastrapratedja, 2010:270).
Sedangkan ruang publik itu sendiri adalah ranah maupun aset, barang, jasa, ruang, atau gugus infrastruktur lain yang kinerjanya menjadi penyangga watak sosial suatu masyarakat, sehingga masyarakat tersebut berevolusi dari sekadar “kerumunan” menjadi “komunitas”; ruang publik bukan hak prerogatif pemerintah, dan keberadaannya pertama-tama tidak untuk diperjual-belikan melalui mekanisme pasar bebas (Herry Priyono, 2010:376). Dari rumusan di atas, maka masyarakat—sebagai bagian dari ruang publik—berhak memperjuangkan kepentingan-kepentingannya atas televisi.
Masalah lain yang patut diperbincangkan dalam hubungan dengan televisi sebagai ruang publik adalah kenyataan bahwa televisi justru adalah sebuah ranah bisnis yang sangat menggiurkan. Hal ini bisa kita lihat pada tak surut-surutnya kemunculan televisi swasta komersial bersamaan dengan semakin menghilangnya taji TVRI sebagai satu-satunya televisi publik di Indonesia. Namun apa yang akan terjadi ketika televisi sebagai sebuah media yang membawa permasalahan publik ini “dibebani” dengan logika yang berorientasi pada keuntungan semata?
Baca selengkapnya di www.remotivi.or.id