Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

Perjalanan Internasional Desainer Henricus Kusbiantoro di Harian Media Indonesia: "Melayani Lewat Desain"

Dalam rangka merayakan ulang tahun ke-40 Media Indonesia, harian Media Indonesia, Jumat, 19 Februari 2010, halaman 18 menampilkan 40 sosok terpilih. Henricus Kusbiantoro ialah sosok ke-24, desainer logo yang malang melintang di panggung internasional.

MELAYANI LEWAT DESAIN
Perjalanan karya internasional desainer Henricus Kusbiantoro hanya bisa dijelaskan dengan satu kata, cinta.

Oleh: Sica Harum / Media Indonesia

LOGO Supremasi Sepak Bola Amerika Super Bowl 2011 baru saja dibuat. Desainer Henricus Kusbiantoro, Senior Art Director Landor Associates di San Fransisco, Amerika Serikat, termasuk salah satu yang sibuk. Sejak bergabung dengan Landor, portofolio internasional berderet di curriculum vitae Henri. Namanya semakin kukuh sebagai desainer merek.

Tahun 2007 masih diingat lelaki yang akrab dengan panggilan Mas Icus di komunitas desain grafis Tanah Air itu sebagai momen gemilang. Saat itu, ia menjadi desainer grafis Indonesia pertama yang meraih penghargaan internasional berpengaruh, D&AD London Merit Award. Karya Henri saat itu adalah desain merek kampanye global US (RED) Campaign for AIDS in Africa yang diinisiasi pemusik Bono dari band U2. Kampanye itu sendiri diresmikan di World Economic Forum, Davos, Swiss, pada 2006.

CINTA LOGO
Sejak kecil, Henri senang menggambar. Dia menggemari ilustrasi pada buku-buku legenda Indonesia. Koleksi buku wayangnya segudang. Saking banyaknya, Henri kecil berbisnis sewa buku. Yang menjadi pelanggan, teman-teman SD-nya. “Saya punya serial Wali Sanga lengkap,” kisahnya melalui surat elektronik, Rabu(17/2). Saat menginjak masa remaja di SMA Aloysius, Bandung, Henri sempat merancang logo bagi tim sepak bola sekolahnya-kelak, ia juga terlibat dalam desain merek organisasi sepak bola internasional FIFA.

Pada masa remaja, Henri terpana melihat logo Garuda Indonesia. “Satu hal yang saya ingat, pada 1980-an, konon ada biro desain grafis terkenal bernama Landor yang berhasil mendesain logo Garuda Indonesia. Saya ingat, saat itu saya ingin menjadi desainer,” kisah Henri.

Ketika itu, Henri tidak mengenal istilah desain logo ataupun desain grafis. Dia hanya bilang kepada orang tuanya, ingin menjadi desainer interior. Setelah lulus SMA, Henri sempat mengenyam pendidikan dasar desain di Universitas Trisakti, Jakarta, sebelum akhirnya memutuskan untuk menekuni desain grafis di jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung. Pilihan itu sempat membuat ayahnya kecewa.

“Saya dilahirkan sebagai orang Indonesia keturunan Tionghoa yang besar dikeluarga pedagang,” ujarnya. Ayah Henri berasal dari Losari, sebuah desa di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Adapun ibunya lahir di Cirebon. Keduanya mementingkan perekonomian. “Madesu (masa depan suram),” ujar Henry menirukan kekhawatiran ayahnya. Toh, akhirnya orang tua Henri bisa luluh juga. Mereka tahu sedari kecil Henri senang menggambar. Di ITB, Henri dibimbing Profesor AD Pirous dan perancang grafis kawakan sekaligus kartunis Indonesia, Priyanto Sunarto.

MENUJU NEW YORK
Setelah lulus kuliah pada 1997, Henri yang diganjar Ganesha Award lantaran menjadi mahasiswa seni rupa terbaik tidak sulit mendapat pekerjaan. Dia bergabung dengan studio desain grafis kondang, Leboye, Jakarta. Saat pecah kerusuhan Mei 1998, Henri beroleh beasiswa dari ASIA Help. Dia melanjutkan pendidikan desain grafis di Pratt Institute, Brooklyn, New York, AS.

Dasar sudah cinta desain grafis, pendidikan jenjang pascasarjana itu ia lalap dengan cepat. Henri lulus pada 2000 dengan predikat highest achievement. Bahkan sembari kuliah di Pratt Institute, ia masih sempat bekerja di Pushpin Studio yang didirikan desainer grafis legendaris AS Seymour Chwast dan perancang logo I Love New York, Milton Glaser. “Waktu itu saya langsung di bawah arahan Seymour Chwast. Setiap pagi saya menyiapkan kopi, melayani kebutuhan fotokopi serta memilih warna yang sesuai pada tampilan komputer,” kenang Henri.

Dia mengerjakan tugas-tugas itu dengan antusias tanpa banyak tanya. “Waktu dan proses adalah satu hal yang indah dan tidak dapat dipaksakan,” ujarnya menganalisis pengalaman tersebut. Dalam pandangan Henry, banyak desainer di Indonesia bahkan di AS sekalipun yang ingin cepat melejit dan kurang memahami indahnya saat penantian. Padahal saat-saat itu, lanjut Henri, merupakan waktu yang berguna untuk menganalisis dan memahami cara kerja proses kreatif yang ada serta menikmati tugas.

“Banyak kan yang tidak sabar. Padahal banyak biro dan rumah desain yang berkualitas di dunia memberikan tanggung jawab setahap demi tahap bagi desainer magang. Maksudnya agar mereka memahami waktu dan proses yang akan lebih mendewasakan desainer,” kata Henri yang kini juga mengajar di program master desain grafis di Academy of Art University, San Francisco.

Menurut Henri, proses pendewasaan itu penting, baik secara keahlian ataupun mentalitas agar terhindar dari sikap superior. “Saat saya baru lulus, saya pernah merasa pendidikan di Seni Rupa ITB adalah yang terbaik. Ini menjadi bumerang. Karena ternyata pendidikan apakah dari Seni Rupa ITB ataupun Royal College of Arts, London, tidak akan ada artinya sama sekali bila tidak terjun ke dalam aplikasi,” kata Henri sungguh-sungguh. Dia memegang prinsip, desainer ialah pelayan yang melayani kebutuhan orang lain, bukan dirinya sendiri.

MOMEN PENTING
Lepas dari Pushpin Studio, Henri mapan di Chermayeff Geismar. Di sana ia sempat merancang beberapa logo penting, antara lain The Emmy Award, Japan Airlines, Guggenheim Foundation, dan Food Network Channel. Pada 2002, Henri mengalami PHK lantaran keuangan perusahaan yang memburuk karena ia desainer junior termuda Dia punya waktu satu bulan untuk mencari pekerjaan baru.

Waktu terus berjalan hingga visa kerjanya hanya tersisa satu minggu. Henri pun berkemas. Dia siap angkat koper kembali ke Tanah Air. “Dalam pikiran saya, tidak mungkin ada perubahan berarti dalam waktu satu minggu. Lagi pula saya merasa punya cukup bekal ilmu kembali ke Indonesia. Saat itu, saya cuma ingat Tuhan. Mungkin bagi manusia, semua pintu sudah tertutup dan harus memulai hal baru. Namun, bisa saja Tuhan bicara lain,” ujarnya serius.

Saat Henri tidur siang di apartemennya yang mini-hanya sekitar 15 meter persegi-di kawasan Brooklyn, New York, telepon berdering. Rupanya Direktur Kreatif Douglas Sellers dari konsultan merek bergengsi asal Inggris, Wolff Olins, sedang membuka kantor di New York. “Mereka mengajak saya bergabung sebagai desainer untuk proyek revitalisasi General Electric (GE) yang saat itu ingin menjadi perusahaan global,” cerita Henri.

Momen itu penting bagi Henri. Dua tahun setelah telepon itu berdering, dia terbang ke kantor pusat GE di Fairfield, Connecticut, untuk mempresentasikan eksplorasi logo GE. Ketika itulah prinsip Henri, yakni melayani melalui desain, teruji. “Ratusan output logo GE saya perlihatkan di hadapan CEO Jeff Immelt di kantor pusat GE, Fairfield, Connecticut. Akhirnya mereka memutuskan untuk tetap menggunakan logo mereka yang lama dan sudah dikenal unik. Itu keputusan tepat!” ujarnya.

Desainer logo, lanjut Henri, bukan sekadar melahirkan logo demi memuaskan ego rancangan. Namun, juga melihat peluang untuk membangkitkan merek yang terlupakan, dipandang remeh bahkan tersia-siakan. “Desainer logo hanya bertugas mempersiapkan simulasi logo untuk sebuah kemungkinan persepsi bisnis yang baru. Tentu saja output yang dihasilkan tidak selalu memaksakan penggantian.”

Proyek GE membuat Henri belajar banyak. Perancangan logo bagi klien-klien multinasional dan berskala besar sangat mustahil dikerjakan dengan semangat kerja one man show, tapi kerja sama multidisiplin. “Keberhasilan merancang sebuah logo banyak dikaitkan sebagai misteri, intuisi, bakat alami, hoki bahkan wangsit hingga fengsui. Namun, saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan,” tulis ayah satu putra ini menutup surat elektroniknya. (M-2)

NAMA
Henricus Kusbiantoro

TANGGAL LAHIR
Bandung, 11 Mei 1973

PEKERJAAN
Senior Art Director, Landor Associates - Headquarter - San Francisco
Adjunct Instructor, Graduate Program Graphic Design - Academy of Art University, San Francisco

PENDIDIKAN
Universitas Trisakti-Jakarta, Pendidikan dasar desain 1992
S-1 Desain Grafis, Institut Teknologi Bandung 1993-1997
S-2 Desain Grafis, Pratt Institute, Brooklyn, New York 1998-2000 (ASIA HELP Scholarship)

KARYA (Antara Lain)
Logo Supermasi SUPER BOWL 2011
The Emmy Awards
Samsung Beijing Olympic 2008
Revisi General Electric (GE)
Japan Airlines
Desain Grafis Indonesia (DGI)

Download > Melayani Lewat Desain

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

COMMENTS

  1. PDF nya bisa di donlod tapi ga bisa dibuka Om. Temen saya juga laporan gitu :(

  2. “Namun, saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan. “

    True! Saya juga percaya hal tersebut. :)
    Terima kasih, mas icus telah menginspirasi kami.

  3. Salam kenal… saya bangga bangsa Indonesia mempunyai desainer spt mas icus, saya ingin mengikuti langkah anda… walaupun saya masih dalam tahap belajar di Poltek Indonesia Surabaya prodi Desain Grafis. Saya akan tetap semangat…

  4. congratz bung icus,
    keep inspired & be an inspiration…

  5. Saya salah satu penggemar dan menjadikan ko henry buat jadi panutan =) sy tahu dia sejak baca buku Madison Avenue sekitar tahun 2006. Sy jg pernah komunikasi lwt email dan ternyata di reply, sy ga sangka dlm kesibukannya dia ttp melayani pertanyaan2 sy.

    Terus berkarya ko henry, hope we can meet someday!

  6. Terima kasih utk supportnya. Sangat berarti bagi saya.

  7. salam kenal ya ko icus ,….bangga rasanya desainer indonesia bisa mempunyai kualitas internasional seperti anda,.

    teruskan kibarkan merah putih dengan karyamu ko icus,sukses selalu untuk anda

  8. Idola saya :D

  9. Really inspiring. Thanks.

  10. “dear icus, all the best… GBU!”

  11. Benar benar seorang Indonesia yang penuh inspirasi. I hope someday i’ll meet him…..

  12. jadi penyemangat untuk belajar lebih banyak

  13. Sangat memberikan smangat :)
    keep up the good works !

  14. real role model!!

  15. GO ICUS !!!!

  16. yup betul mas 1cus, proses pendewasaan itu lebih penting dari pada hasil itu sendiri,…good advice, trims

  17. inspiring me! thx ko icus. GBU abundantly…

  18. Permisi,… kan tuh ada karya lainnya, bisa ksih link nya ga? Mo liat yang lain jga.
    [itu loh, yang di bawah sendiri]

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly