Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

Pameran Komunikasi Visual ‘’A Tribute for Mom’’

Dalam rangka memperingati hari ibu, 22 Desember 2008, Komunitas Enambelas Plus (16+) menggelar pameran berjuluk ‘’A Tribute for Mom’’ (Warna-warna Indah untuk Warna-warni Kehangatan Cinta Ibu) di galeri Roomate, Jl. Suryadiningratan 37 B Yogyakarta. Pameran yang berlangsung dari 22-24 Desember 2008 ini, dikuratori Sumbo Tinarbuko.

Pameran ‘’A Tribute for Mom’’ yang dibuka Ny. Anna Haryadi Suyuti, istri Wakil Walikota Yogyakarta ini, merupakan persembahan kepada sosok perempuan, khususnya ibu, yang banyak berperan mewarnai kehidupan putra-putrinya dengan penuh kehangatan cinta kasih.

Berikut ini pengantar kuratorial pameran komunikasi visual ‘’A Tribute for Mom’’, sebagai berikut:

Pameran Komunikasi Visual ‘’A Tribute for Mom’’

Oleh Sumbo Tinarbuko

Mitos kecantikan perempuan modern selalu diejawantahkan dalam visualisasi badan ramping, kulit putih mulus, wajah tirus, dan rambut lurus. Mitos kecantikan perempuan semacam ini sengaja didengungkan para produsen produk kecantikan yang tergabung dalam jaringan kapitalisme global, yang memosisikan perempuan sebagai objek pajangan sekaligus objek tontonan.

Pertanyaannya, mengapa perempuan selalu menjadi kelompok yang diperebutkan? Perempuan senantiasa diperebutkan karena di dalam tubuhnya mengandung beragam aura yang merupakan perwujudan dari berbagai simbol. Baik itu berupa simbol kehidupan, simbol kekuasaan, simbol kebenaran, atau pun simbol moralitas. Menurut parapihak, dengan menaklukkan perempuan dapat dimaknai sebagai menguasai kehidupan, mengontrol kekuasaan, membela kebenaran, dan menjaga moralitas.

Adagium seperti itu, pada abad virtual terlihat sekali dalam praktiknya di jagad media massa cetak dan elektronik. Keberadaan tubuh perempuan acapkali diposisikan sebagai bumbu penyedap hadirnya sebuah iklan, kemasan produk, cover majalah, buku, CD, dan kaset, film, sinetron, talkshow, video klip, televisi, dan internet.

Dalam konteks ini, jagat industri kreatif, selalu diramaikan oleh penonjolan sex appeal kaum perempuan. Mereka berpandangan bahwa penggunaan tubuh perempuan dalam industri kreatif merupakan satu tuntutan estetika untuk memperebutkan perhatian penonton.

Di kalangan pekerja industri kreatif fenomena tersebut ditanggapi dengan memunculkan beberapa alasan tentang dipilihnya perempuan sebagai bintang ambassador yang menjadi juru bicara bagi keberadaan sebuah produk industri kreatif.

Mereka beranggapan, perempuan lebih efektif dalam upaya merebut perhatian dari khalayaksasaran. Para konsumer produk industri kreatif, baik pria maupun perempuan, pada dasarnya menyukai penampilan perempuan yang anggun, santun, dan cantik. Sedangkan sebagian pria menyenangi penampilan perempuan yang anggun, santun, dan cantik plus seksi!

Perempuan dalam ranah industri kreatif memang tidak bisa dipisahkan. Kekerabatannya bagaikan dua sisi mata uang. Kenyataannya, perempuan memiliki kekuatan dalam membantu menjual produk industri kreatif. Ibarat sebuah pertunjukkan sandiwara, perempuan merupakan peran kunci yang menentukan berhasil tidaknya sebuah pertunjukkan tersebut. Atribut, kualitas, atau sikap yang mencirikan keperempuanan sebagai potensi yang melekat dan dimiliki seorang perempuan secara kodrati, kini justru menjadi aset dalam serangkaian produksi dan pasar industri kreatif.

Tampilnya perempuan sebagai objek dalam ranah industri kreatif dan media massa merupakan akibat dari posisi perempuan dianggap ‘objek’ dalam sistem yang dianut masyarakat. Budaya kita menganut sistem patriarkhat. Artinya, perempuan ditempatkan dalam dunia yang sifatnya pribadi. Dengan sendirinya dikecualikan dari dunia pria yang kodratnya terbuka.

Perempuan menjadi terbuka (publik) bila seksualitasnya dimanfaatkan atau dieksploitasi. Oleh karenanya, seks bukan lagi sesuatu yang bersifat rahasia atau pribadi. Sebab telah dijadikan komoditas dan secara terbuka disediakan oleh jaringan kapitalisme. Ranah industri kreatif dianggap sebagai pengukuhan keinginan dan mimpi masyarakat dalam rengkuhan sihir kapitalisme. Sebagai objek, ia tidak sekadar memiliki nilai guna, tetapi juga nilai tukar. Semua ditakar dari penampilannya, bukan oleh kegunaannya. Penampilannya sama dengan ilusi virtual estetik yang kemudian memanfaatkan ilusi tersebut untuk merangsang secara seksual dan mempertahankan daya sensual.

Melihat fenomena tersebut, citra yang diciptakan kepada perempuan di dalam industri kreatif lebih banyak memosisikan perempuan sebagai objek yang dapat dibeli dan digunakan oleh konsumen atau penonton. Konotasi yang muncul akibat positioning perempuan sebagai objek terbeli adalah sebuah persepsi yang terkesan merendahkan martabat perempuan.

Dalam hal ini, perempuan senantiasa dijadikan objek dan selalu dikurung dalam sangkar emas. Persepsi yang kurang tepat itu sudah saatnya dibongkar dan dibenahi. Artinya, dengan kehadiran begitu banyak perempuan yang berperan dalam proses produksi industri kreatif, sejak dari ide, produksi sampai penayangannya, diharapkan muncul tontonan sekaligus tuntunan yang ‘aman’ dengan menu kreativitas yang tinggi sebagai panglimanya.

Jika hal tersebut dilakukan, sesungguhnya merupakan sebuah langkah awal untuk mewujudkan posisi kehidupan perempuan ke arah yang lebih bermartabat.

Untuk itu, pameran 22 karya komunikasi visual bertajuk ‘’A Tribute for Mom’’ yang diselenggarakan Komunitas Enambelas Plus (16+) dalam rangka memperingati hari ibu, 22 Desember, adalah salah satu bentuk manifestasi untuk mengubah persepsi perempuan dari sekadar objek menjadi subjek. Sebab sejatinya, ketika perempuan memosisikan dirinya menjadi sebuah subjek, maka ia mampu menjadi tiang Negara. Selain itu, dalam setiap aktivitasnya, senantiasa mewarnai dan mengharumkan dunia.

*) Sumbo Tinarbuko (http://sumbo.wordpress.com), Kurator Pameran ‘’A Tribute for Mom’’ dan Dosen Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta.

Berikut ini foto dokumentasi saat pameran diresmikan Ny Anna Haryadi Suyuti, istri Wakil Walikota
Yogyakarta, sebagai berikut:

a-tribute-to-mom-1

Ny Anna Haryadi Suyuti, istri Wakil Walikota Yogyakarta membuka pameran komunikasi visual ‘’A Tribute for Mom’’ dengan memukul wajan penggorengan (dok. Sumbo)

a-tribute-to-mom-2

Ny. Anna Haryadi Suyuti, istri Wakil Walikota Yogyakarta mengamati karya pameran komunikasi visual ‘’A Tribute for Mom’’, didampingi kurator pameran, diikuti pengunjung pameran di belakangnya (dok. Sumbo)

a-tribute-to-mom-3

Ny. Anna Haryadi Suyuti, istri Wakil Walikota Yogyakarta menyimak penjelasan dari kurator terkait dengan karya komunikasi visual yang dipamerkan (dok. Sumbo)

a-tribute-to-mom-4

Ny. Anna Haryadi Suyuti, istri Wakil Walikota Yogyakarta mengamati karya pameran komunikasi visual ‘’A Tribute for Mom’’, didampingi kurator dan ketua panitia pameran (dok. Sumbo)

a-tribute-to-mom-5

a-tribute-to-mom-6

Beberapa karya komunitas Enambelas Plus (16 +) yang dipamerkan di galeri Roomate Yogyakarta

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

COMMENTS

  1. Pertanyaan yg sama dapat dilontarkan juga, mengapa pelacuran perempuan sudah ada sejak jaman dahulu kala dan tidak dapat diubah? Bahkan sedihnya, para penjebak pelacuran dilakukan oleh kaum hawa sendiri.

    mitos apa yg menyelubungi praktek pelacuran perempuan ini?

  2. Amazing to exhibition “A Tribute for Mom”..Gerakan yang memberikan inspirasi hingga mengubah arah hidup manusia terhadap pemahaman tentang Ibu bahkan dunia. dan merupakan apresiasi mulia melalui komunikasi secara visual nan kreatif.

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly