350 tahun (konon) Indonesia dijajah Belanda, dan 100 tahun usia Kebangkitan Nasional Indonesia. Apakah secara matematis kita perlu 150 tahun lagi untuk “murni” merdeka dan mengimpaskannya? Bicara Indonesia sebetulnya bagi saya “menakutkan” apalagi bicara nasionalisme atau patriotisme. Seakan kata itu menjadi barang langka bahkan cenderung elitis dan sakral. Atau malah kamuflase karena banyak yang memanipulasi artinya? Wallahualam.
I See Indonesia, sebuah buku yang menawarkan sesuatu yang soft & light untuk menyudahi “kengerian” membicarakan Indonesia, patriotisme dan nasionalisme. Ada 50-an visual yang dibuat Ayip semenjak 2002 mengenai Indonesia yang dibukukan dan diluncurkan bertepatan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia 20 Mei 2008. Dan buat melaunchingnya, situs Desain Grafis Indonesia adalah virtual venue yang menjadi tuan rumahnya. Selamat menikmati…dan mudah-mudahan menjadi Merdeka.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ABOUT
I See Indonesia adalah sekumpulan visual mengenai Indonesia yang dibuat oleh Ayip pada kurun 2003-2008 sebagai karya pribadi yang dikerjakannya dalam beragam medium dan gaya. Dikompilasi dalam sebuah buku yang secara perdana diluncurkan online bertepatan dengan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional Indonesia. Edisi khusus versi cetak dibuat hanya 100 buku dengan isi 53 karya dalam 100 halaman berwarna hitam, merah dan putih.
Karya yang ditampilkan dalam buku ini merupakan respon terhadap Indonesia yang menjadi kebanggaan sekaligus kegelisahannya. Dituangkan dalam bentuk visual yang tipografis, karikaturis, grafis, bahkan fine arts. Dan Ayip lebih senang menggolongkannya sebagai visual arts. Seperti yang disampaikan dalam pengantarnya, karya-karyanya sangat subyektif dan dipenuhi nuansa romantis. Bukunya yang pertama ini didedikasikan untuk para desainer Indonesia dan ADGI.
TENTANG AYIP
Ayip hampir 20 tahun menggeluti dunia visual lewat desain komunikasi visual, kini walau posisinya sebagai creative director di Matamera Communications yang dirintisnya di Bali semenjak 1991, namun ia masih setia berkarya dengan profesi desainer yang dicintainya. Pertemanannya dengan berbagai profesi seni dan kreatif membentuk cakrawalanya dalam dunia seni menjadikan sebuah pemahaman semakin tidak ada batas diantara bidang seni selain sebuah medium kreatifitas untuk berkarya, berekspresi dan mengkontribusikannya untuk kehidupan sosial.
Aktifitasnya dalam dunia desain dan visual tidak hanya ditunjukkan dalam pekerjaan namun ia aktif juga dalam aktifitas lain semisal pameran yang dalam tiga tahun terakhir diikutinya termasuk pameran poster internasional “Light of Hope for Indonesia” Agustus 2005 dan “One Globe One Flag” Agustus 2007 serta pameran seni untuk climate change di GWK Desember 2007. Karyanya bersama tim dari Matamera mendapat beberapa award di ajang Pinasthika Ad Festival.
Beberapa partisipasinya dalam proyek lingkungan yang tengah dikerjakannya adalah kampanye World Silent Day dan Jaringan Ekowisata Desa di Bali. Kini bersama teman-teman lain di Bali membentuk Bali Now! dan bersama BEDO serta asosiasi profesi tengah terlibat dalam program komunitas kreatif di Bali merespon kebangkitan Indonesia melalui industri kreatif. Selain itu aktif menjadi anggota Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) dan Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI).
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
FOREWORD
I See Indonesia
Pengantar Karya Oleh Ayip
Isi buku ini, awalnya adalah koleksi lepasan karya pribadi yang dituangkan suka-suka dalam goresan, foto maupun desain. Membiasakan merespon sesuatu apalagi kejadian barangkali yang melatari hadirnya karya-karya diluar pekerjaan mendesain atau non komersil ini. Bagi saya kebiasaan ini penting sebagai catatan bebas merespon sesuatu lewat kepekaan dan kacamata profesi.
Indonesia, entah apa rasanya bagi saya. Saya menjadi orang Indonesia secara otomatis karena dilahirkan di Indonesia, karena orang tua saya adalah orang Indonesia. Jadi apa rasanya? Saya tidak pernah bergerilya menghunus bambu runcing. Satu-satunya momen yang melekat merasa pertamakali menjadi orang Indonesia adalah upacara bendera di sekolah dasar dulu. Menyanyikan lagu Indonesia Raya, membacakan teks Pancasila dan proklamasi, membacakan teks sumpah pemuda dan menghormat kepada bendera merah putih.
Kegalauan menjadi orang Indonesia justru terjadi ketika melihat kepiluan mendalam merasakan ketidaksempurnaan sebuah bangsa: oknum pemerintahan dan mentalitas bangsa yang korup, kebijakan pemerintah yang tidak strategis, asset bangsa “dicuri” orang, mudah “dibodohi” bangsa lain dan sulit “bangkit” dari keterpurukan. Pada suatu ketika di sebuah perjalanan di negeri orang tiba-tiba mata saya berkaca. Pedih karena tiba-tiba terbesit “negative thinking” merasa bahwa ini barangkali adalah nasib bangsa Indonesia. Atau barangkali suratan? Mudah-mudahan hanya romantisme saja. Dan saya memilih ini adalah nasib karena dengan upaya ia bisa berubah…
Semua yang saya buat disini -dibuat dalam kurun 2002-2008- terutama ditujukan kepada diri sendiri, sebagai pertanyaan, kemungkinan dan andai-andai bahkan “hiburan”. Gambar diri yang ditutup matanya oleh “kain merah putih” yang ditaruh pada halaman utama adalah cermin “Saya Melihat Indonesia” yang tak berjarak. Terbutakan. Dan sangat subyektif. Itulah cerminan semua karya yang tampil bersama dalam buku ini.
Jika akhirnya harus dipublikasikan anggap saja saya merindukan percakapan tentang Indonesia yang “berbeda”, yang dapat menegaskan kembali arti penting kebangsaan bagi kita semua secara “out of
mainstream”. Jika ternyata kegelisahan ini dimiliki oleh banyak orang yang sama seperti saya, Alhamdulillah.
Berpikir tentang kekayaan Indonesia; alam, seni dan budaya, manusia, kreatifitasnya, luasnya dan berjuta potensi lainnya, inilah yang menjadikan ketidaknyamanan melihat kenyataannya. Will I see Indonesia in the bright time? Suatu saat saya ingin tergetar seperti ketika saya mengolah kedahsyatan dan keindahan kata In-do-ne-sia, kekuatan merah-putih dan Burung Garuda serta keragaman gambar Indonesia dalam karya-karya di buku ini. Thanks God I’m Indonesian.
Secara tidak sengaja, buku ini diterbitkan bertepatan dengan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional Indonesia. Mudah-mudahan menjadi manfaat, inspirasi dan benih untuk kita lebih berarti.
Denpasar Mei 2008
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Cover
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Read Indonesia (RI)
As One?
Read Indonesia
Fighting for Freedom
Take A Rest
For Lease 100 Years
Mendung Tapi Gagah
Entering Bright Zone
Magic Words
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Ind[oh]nesia (OH)
Love Hope
SuperSmart
To Make It Bright
Current Culture Climate
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Only1ndonesia
Only1ndonesia
Hospitality. Only1ndonesia
Bali. Only1ndonesia
People. Only1ndonesia
Borobudur. Only1ndonesia
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• I do Indonesia (Type)
I Love Ina
What Have We Been Done For Indonesia?
Together In One Indonesia
Indonesia 100%
All Love Indonesia
Keep It Balance
CanSnap
Do It Right
Jangan Omong Doang
Merdeka 100 km
Make It Easy
Stairway
Yes Indonesia!
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Presidential Suite
Caution: Drive Carefully
Dicari: Pemimpin Masa Depan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
CLOSING WORDS
MENGGALI DAN MENGINTERPRETASI KEMBALI SIMBOL KEINDONESIAAN
Oleh: Sugi Lanus
Buku ini adalah ‘reproduksi simbol’. Deretan huruf I-N-D-O-N-E-S-I-A, Garuda Pancasila, Batik, Borobudur, bambu runcing, etc. adalah deretan symbol keindonesiaan yang telah ada, yang mulai kehilangan makna simboliknya, di sini dipresentasikan kembali dengan cara baru, digali kembali dengan ‘perangkat visual’ yang mampu mencampuradukkan Cinta dan Kesedihan, Harapan, Kelakar, Kegalauan sekaligus Kebanggaan. Simbol-simbol itu diberi ‘nyawa baru’, reinterpretasi secara aktual, dan dijejalkan ke dalamnya segumpal harapan.
Ayip, sebagai pekerja kreatif di bidang desain visual yang hidupnya sebagian besar di depan screen computer, membawa kita merenungi Indonesia dengan ‘cara visual’. Ia menyuguhkan sebuah presentasi tentang sebuah Indonesia dari sudut lain. Layar computer adalah tempatnya merenung, bersedih, haru, berkelakar, dan dengan cara ini pula ia mencintai – yang akhirnya, lewat buku ini, ia mengajak kita ke halaman-halaman renungan.
Bisakah tampilan ‘visual keindonesiaan’ yang dipresentasikannya mewakili gelisah dan kecamuk perasaan warga bangsa? Bertepatan dengan 100 tahun ide Kebangkitan Indonesia, bertepatan dengan tercerai-berainya ide-ide mulia bertanah air satu dan untuk bersama menuju kebangunan jiwa, bertepatan dengan hilangnya makna dan terkaitan masyarakat Indonesia dengan symbol-simbol kebangsaan kita, sekumpulan ekspresi yang dihimpunnya sebagai buku ini terasa relevan.
Lihat saja ‘Indonesia yang terjemur-tergantung’, For Lease 100 Years. Pulau-pulau besar di Indonesia seperti jemuran pakaian di kawasan urban. Katulistiwa menjadi tali, dan Indonesia berkibar tergantung. Katulistiwa bukan lintasan matahari yang berkilau, tapi arakan mendung yang pucat. Demikian juga On Regular Maintenance, lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, berupa Garuda Pancasila, sedang dipreteli. Perisai tergeletak. Lima symbol pada perisai sedang digantung (dijemur ataukah diobral?). Apa maksud Ayip dengan kepulauan dan simbol-simbol negera yang tergantung ini? Kata tergantung dalam bahasa Indonesia bisa bermakna depend on, bisa juga bermakna hanging, dua situasi yang tidak berpunya kekuatan untuk memilih, cenderung pada kekuatan dari luar untuk menentukannya. Rentan basah diguyur badai, rentan tersapu angin, rentang koyak porak poranda.
Ayip menyuguhkan kembali heroism bamboo runcing, yang mulai terlupakan dan tergantikan heroism Robo Cop atau Superman. Bambu runcing mewakili situasi pejuang kemerdekaan Indonesia yang minim persenjataan, sehingga sebagian besar laskar sering terpaksa bersenjata bambu yang diruncingkan (atau sering disebut pasukan bambu runcing). Bambu runcing, untuk setidaknya 4 dekade, menjadi imaji paling heroic yang tertanam di kepala masyarakat Indonesia. Buku-buku pelajaran sekolah, dari SD sampai SMA, tentang sejarah kemerdekaan tak lepas dari drawing atau sket bambu runcing: Seorang pejuang yang gagah berani memegang bambu runcing menerjang tak gentar ke medan perang. Ada Merah Putih terkait di bambu itu. Film-film yang berkisah tentang kemerdekaan Indonesia seperti Janur Kuning, Serangan Fajar, sampai yang terkini, Naga Bonar, masih menyuguhkan panji-panji kepahlawanan yang dicitrakan dengan bambu runcing. Bambu runjing adalah tombak alami masyarakat Nusantara, yang konon, paling membuat bergidik bangsa Belanda. Termaktud di dalamnya juga sebuah keyakinan, sekebal apapun seseorang akan punah ilmunya diujung bambu. Dalam benak Ayip ada juga bambu runcing. Ia mencita-citakan bambu ini tergantikan oleh pencil. Di ujung runcing bambu, ia memberi caption ini: Fighting for Freedom, berlatar gelap. Di sebelahnya, sebuah pensil runcing dengan kemiringan yang sama, ketajaman yang sama, berlatar terang, bercaption: Freedom of Fighting.
Runcing bambu (alat pembunuh) menjadi runcing pencil (alat pencerah) adalah sebuah presentasi ide yang berhasil menyuguhkan sebuah cita-cita dan arah progresivitas kebangsaan yang ideal. Ada ‘formula kebangsaan’ yang hendak disuguhkan dalam beberapa halaman-halaman (terpenting) buku ini: dari pekik ‘merdeka atau mati’ menuju ‘intelektualitas’ serta ‘kebebasan berekspresi; dan sebuah asa ‘habis gelap terbitlah terang’.
Ayip mengidamkan arah perjalanan bangsa ini dari bambu berdarah (kekerasan), yang identik dengan slogan ‘merdeka atau mati’, ke wilayah pensil penanda ‘kebebasan berekspresi’ dan pendidikan. Sementara, pencil juga adalah penanda ‘pendidikan’. Kitapun diajak terkenang pada surat-surat Kartini yang ditulis dengan ‘pencil’.
Kartini, sebagai seorang perempuan Jawa yang terjepit sangkar feodalisme, ia memimpikan kesetaraan antar peremuan dan laki-laki dalam mendapat akses pendidikan, sangat terkenal dengan kumpulan ‘mimpi’ dan cita-citanya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Suatu hari di tahun 1900 Kartini menulis: “Andai aku anak laki-laki, aku tak akan berpikir dua kali untuk segera menjadi seorang pelaut.” Pelaut adalah lambang kekebasan merengkuh samudera tanpa batas. Ia memimpikan sekolah untuk para perempuan. Semenjak era itu seorang perempuan telah bersenjata ‘pencil’, mengekpresikan pikiran dan idenya. Dia menulis surat untuk sahabatnya di negeri Belanda. Surat menyurat antara Jepara (Jawa) dan Belanda ini, menggambarkan bagaimana ‘relasi’ Barat-Timur. Memecah tembok antar penjajah dan terjajah, dan selanjutnya memecah tembok tebal laki-perempuan, cikal bakal renungan kesetaraan dan akses pendidikan untuk semua. Keyakinan bahwa dengan ‘pencil’ (yang berasosiasi dengan pikiran, ekpresi, kecerdasan, bukan otot atau jenis kelamin) sebagai jalan dan tujuan dari kemerdekaan telah ditampilkan Kartini. Ah, barangkali Kartini akan senang, seandainya sempat melihat abstraksi Ayip yang digambarkan dengan bendera Merah Putih diikat di ujung pencil, bukan bambu runcing sebagaimana gambaran perang kemerdekaan yang ada dalam film atau buku ajar sekaloh. Pencil lebih mencintrakan keteduhan dan kelembutan, dibanding bambu runcing yang mengesankan ‘phallus’, sangat laki-laki.
Dalam halaman lain, dengan Entering Bright Zone, Ayip kembali mengulang ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’. Garuda Pancasila meluncur dari layar hitam ke putih. Sebuah gambar hitam putih, yang membawa haru, bukan gemerlap. Pada ‘kontruksi’ lain, huruf I-N-D-O-N-E-S-I-A telah ‘di-reproduksi’ menjadi menjadi tangga naik. Sebuah gambaran yang merangkum, barangkali, seluruh harapan rakyat Indonesia akan bangsanya.
Ada beberapa karya dalam buku ini yang menyuguhkan rasa ‘karikatural’, tapi tetap di dalamnya ada kedalaman, ada keseriusan dalam ‘menimbang bangsa’. Tumpukan jengkel dan muram, kebimbangan, bercampur harapan, cukup terasa di sana sini. Layar computer, bagi Ayip, telah menjelma menjadi ‘layar pergulatan’, layar pertarungan harapan dan kesegalauan. Sangat jelas, Ayip bukan orang yang pesimis. Hampir dalam semua pergulatannya, ia tetap berusaha menyisipkan harapan. Harapan, kata inilah yang barangkali akan membuat bangsa ini tetap utuh.
Apa yang sedang diusahakan Ayip? Di tengah situasi simbol keindonesiaan yang merapuh, terkoyaknya harapan, dan kaburnya makna kata kepahlawanan, Ayip menggalinya dengan ‘reproduksi simbol’ keindonesiaan dari ‘apa yang ada’. Ayip, sadar atau tidak sadar, sedang membangkitkan mumi, simbol-simbol yang lama kehilangan bunyi. Walaupun kadang ada kemangkelan, pedih dan haru, HARAPAN & CINTA di balik semua karyanya penting untuk kita simak. Dan, sekalipun (terlalu) sering kita kecewa dengan (pemimpin) bangsa ini, Ayip seakan mengajak kita mempertahankan harapan, ia memberi contoh bagaimana ‘jengkel dengan cara artistik’, bukan membakar ban di jalanan.
Sugi Lanus adalah peneliti budaya yang bekerja secara independen.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ACKNOWLEDGEMENTS
Buku ini adalah keajaiban. Memutuskan menjadikan kumpulan karya ke dalam sebuah buku adalah pekerjaan sukar dibayangi rasa “bersalah” mempublikasikan karya sendiri di tengah pekerjaan kebiasaan mempublikasikan hasil karya orang lain. Tapi atas dorongan para karib demi “membagi sudut pandang” sebagai oknum yang mengakrabi visual dan desain -katanya begitu- buku ini penting diadakan.
Dan tidak diragukan lagi bahwa keberadaannya merupakan anugerah Yang Maha Kuasa dengan didorong oleh semangat sang istri dan ananda tercinta Aty + Khaka, keluarga Matamera Communications juga campur tangan yang hebat dari Sugi Lanus, M. Bundhowi, Somadita, Toio, Warih, Riki Damparan, Rido Najemi, Agus Wartajazz + Jalamaya, cyberandal.net dan sahabat Hanny Kardinata dan situs DGI.
Buku ini saya dedikasikan untuk para desainer di Indonesia dan ADGI sebagai bagian dari perjuangan profesi kita bersama dan tentunya bagi orang tua saya yang telah menjadikan saya sebagai bangsa Indonesia sedari lahir juga saudara senasib bangsa Indonesia.
Tak terlupakan mereka yang mendedikasikan waktu dan semangatnya dengan kritik dan saran yang membangun juga dorongan moril termasuk materil: Yoke Darmawan - D&A Associates, Ratna Murti - Arkadena, Jeff & Chris - BEDO, Dan para sahabat inspiratif saya: Kang Irvan Noe’man, Pak Guntur Santosa, Yoka Sara, Ketut Siandana, Popo Danes, Gatot Surarjo, Putu Adi, Frans Nadjira, Made Budhiana, Suardi, serta banyak lagi yang barangkali saya tak mengingatnya saat ini.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
PUBLISHER
MatameraBook adalah penerbit indie yang menerbitkan karya-karya terkait dengan seni dan budaya dan utamanya berbasis di Bali. Dirintis 1999 untuk menggairahkan penerbitan yang berbasis komunitas serta mendorong publisitas karya-karya berkualitas. Saat ini tengah mempersiapkan 2 buku arsitektur dan satu buku mengenai ekowisata di Bali.
Buku buku yang pernah diterbitkan antara lain:
1. A Bonsai’s Morning – Antologi puisi, 1996
2. Springs of Tears, Springs of Fire – Kumpulan puisi Frans Nadjira dalam dua bahasa. Diedit dan diterjemahkan oleh Tom Hunter Jr
3. Mangu Putra; Nature, Culture, Tension, Arif Bagus Prasetyo & Jezz Gallery.
4. Popo Danes – Arsitektur Sinkretik, 2001
5. Bali Dalam Dua Dunia, bekerjasama dengan museum Kulturen Der Basel, diedit oleh Urs Ramseyer dan Panji Tisna,
6. Bercakap-cakap Di bawah Guguran Daun-daun – Kumpulan cerita pendek Frans Nadjira
7. Stephan Spicher – Eternal Line, Trilogi karya pelukis Stephan Spicher Switzerland, 2005
8. Curriculum Vitae – Kumpulan puisi Frans Nadjira dalam Bahasa Inggris & Indonesia, 2007
9. Ekowisata Desa: Memiliki Kembali Bali, bersama Wisnu Press, 2008
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BOOK ORDER
Cara memesan buku I See Indonesia bisa dilihat pada: I See Indonesia.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Ref: Ayip/Matemera Communications – I See Indonesia
•••
Wah selamat buat Bung Ayip dan DGI yang telah meluncurkan bukunya. Pingin banget sih punya bukunya tapi cek kocek dulu yah, =) Suatu karya yang walau subyektif namun sarat makna, membawa pada permenungan dan secara grafis indah dilihat. Buat saya pribadi, visual ini berbicara betul “dari mata turun ke hati”.
Sekali lagi selamat dan semoga memotivasi yang lain untuk juga berkarya dengan talentanya. Selamat hari kebangkitan Indonesia. Selamat bangkit juga para insan grafis Indonesia.
oline
Rasanya baru kemarin saya belajar tentang Boedi Oetomo yang diajarkan Pak Parto, guru SD saya. Kini saya rasakan cita-cita itu semakin menjauh dari negeri ini. Namun, jika melihat karya anak bangsa yang kreatif dan inovatif, membuat semangat ini masih menyala. Semoga ‘I See Indonesia’ mampu melihat dan menelisik berbagai segi perikehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat untuk mewujudkan The Great Indonesia! Kepada Mas Ayip (mbak Atik dan Khaka) serta keluarga besar Matamera, saya mengucapkan selamat dan sukses, semoga karya Anda mampu menginspirasi dan membangkitkan spirit kebangkitan bangsa.
semoga bangkit, (desain grafis) indonesia!
Selamat. Menggugah dengan cara apapun dan sekecil apapun demi sebuah kebangkitan insan Indonesia adalah hal yang patut disyukuri.
Sekali lagi, selamat
SELAMAT dan MAKASIH untuk karya pengingatnya ya yip… kadang kita merasa apa yang kita miliki dan jalani sekarang ini memang sudah ada dari sonoh dan dari dulu-dulu. Kadang lupa atau kita bertingkah minimalis, selamatkan diri sendiri aja. Kadang tidak ingat dan tidak peduli bahwa masih banyak yang perlu kita benahi, kita bantu ingatkan atau kasih rambu2, bahkan wakil rakyat sekalipun. Jangan bosan berkarya ya meskipun mungkin hanya berarti kecil bagi sekelompok orang..
selamat ..
dan terus berkarya demi indonesia tercinta… semoga dapat menjadi momentum indah dalam perjalanan bangsa kita..
selamat buat Pak Ayip, cool book! mari terus berjuang! saya cinta indonesia!
Sekarang ini anak saya lagi belajar nama pahlawan dan asal daerahnya di sekolah, mungkin ini bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional. Namun dalam pemikiran seorang ibu yang asli orang Indonesia mungkin untuk sekarang cukup bagi dia yg TK B mengenal pahlawan2nya sebatas itu. Sedangkan masih banyak ‘pahlawan Indonesia’ yang mencintai Indonesia dengan segala macam cara untuk ‘membahagiakan’ bangsanya. Entah itu memerdekakan dari bangsa penjajah sampai mengisi kemerdekaannya itu sendiri. Susah untuk ngejelasin dengan bahasa anak umur 5tahun.
Dan, demi membaca sekilas tentang buku ini, nampaknya memberikan nilai lain untuk melihat Indonesia sekarang buat saya yang orang awam (yang mungkin terdongkrak sedikit rasa nasionalisme-nya waktu inget… oooo… udah 100tahun ya bangsa Indonesia memiliki rasa ingin merdeka, ingin maju…dan ingin lebih baik).
Mungkin masih relevan untuk dibaca2 lagi 10tahun atau 20tahun mendatang untuk anak saya, sekedar menengok Indonesia jaman dia kecil dengan jamannya dia ‘udah besar’ (masa mendatang), entah.. yang jelas sebagai perbandingan dia hidup di negara Indonesia. Yang bisa jadi akan lebih baik atau malah terjajah lagi…(tanpa apriori, ngeri juga membayangkan hidup di masa anak cucu kita dengan segala SDM dan sumber alam yang ada yang masih bisa dimanfaatkan).
pantas untuk dikoleksi sekaligus sebagai bacaan ‘yang lain’ dari segi ‘kreatif’ (mbak opo istilah-e) selain buku2 sejarah wajib dari sekolahnya, atau cergam wayang, Tintin, NatGeo milik ibunya yang akan dihibahkan untuknya kelak.
Good luck!!!! dan wajib di beli….
Pantun buat pak ayip,
pak ayip suka buah durian,
tidak ada yang tersisa karena suka banget.
pak ayip karyanya keren,
INDONESIAnya terasa banget.
Selamat atas peluncuran buku Online nya
Semoga tetap Online dlm berkreasi hingga dilekang zaman
Desainnya Ok Bgt…..
Hidup IndonesiaKu….
Merdeka & Selalu Kreatiffff
sebuah karya grafis yang bisa menggugah ke-indonesia-an kita yang pada level tertentu mulai kabur dan bisa menghilang,semoga buku ini menjadi salah satu pengingat ke-indonesia-an kita,selamat yo mas ayip.
Selamat atas peluncuran bukunya bung Ayip!
Semoga semakin banyak buku desain komunikasi visual dengan isi dari bangsa IndONEsia.
membaca tulisan dan memaknai karya Aa Ayip sebuah hal yang inspiratif buat saya, selalu sebuah pemikiran yang (sangat) dalam dan menyentuh dalam balutan baju kebersahajaan, dan sekali lagi itu dapat terlihat dalam kumpulan karya-karyanya dalam buku ini. A must have book untuk membangkitkan semangat selain Laskar Pelanginya Andrea Hirata. Selamat A!!
Congratulation 4 Ayip !
Selamat juga yaa buat mba Aty & Khaka,,,
ini adalah sebuah karya luar biasa, ditengah-tengah rasa gundah & gelisah dengan keadaan Indonesia saat ini. Semoga “I see Indonesia” bisa semakin membuka mata hati kita dalam melihat,mencintai dan menyimpan harapan untuk Indonesia tercinta.
Selamat Hari Kebangkitan Indonesia, selamat atas karya-karya yang penuh makna. Teruslah berkarya untuk Indonesia tercinta.
saya mengenal ayip yg biasa kita panggil ‘Aa Ayip sejak dia masih SMA, gak heran kalo dia bisa seperti ini karena coretannya sejak dulu ide-idenya sangat kreatif dan segar. ‘A anak-anak komplek pada acungin dua jempol buat ‘Aa. Buku ini “memaksa” kita untuk berbuat sesuatu juga dalam bentuk apaun juga yang positif untuk Indonesia
MERDEKA…!!!
Ayip terima kasih,
saya paham gelisah saya sekarang.
wahhh bagus bgt tu buku, truzzz berkarya pa/ bang/ mas AYIP.
bangkitttt INDONESIAAAAKUUUU
simple, tegas dan jelas arahnya! Salut
wah gile bener ini buku…top abis bung,…
ga nyangka ternyata dibalik indonesia yang seperti ini masih ada yang sangat memikirkan indonesia sampai kaya gini…
top abis bung..
salut..salut buat bukunya
INDONESIA…..
Congratulation…untuk Bung Ayip pas banget waktunya sama 100 Kebangkitan Indonesia, smoga para Komunitas Grafis di seluruh Indonesia (di Bali khususnya) terpacu untuk mengisi kebangkitan ini dengan karya yang kreatif spt Bung Ayip.
“….perbedaan atau mati sekalian…” - “… i see Indonesia… ” …light of hope for indonesia… ” - | indie visual campaign, bagian paling menarik sebagai medium eksplorasi bebas bagi desainer grafis…, dapat dikemas menjadi buku, catalog, brosur sekalipun…, anggaplah kepedulian dalam ketidakpastian pada tatanan besar pemerintah dulu, kini atau masa akan datang ? - INDONESIA BANGKIT, BISA !!! - apalagi ya ? - semoga perubahan bertahap dapat bermaslahat bagi masyarakat. semoga..
Sebuah kejujuran yang luar biasa. Karya anda ini menjadi banyangan sebagian wajah Indonesia dalam sebuah cermin, bisa cembung bisa pula cermin cekung. Suatu kejujuran yang tidak dibuat-buat. Selamat berkarya.
kunjungi kami di banyuwening.wordpress.com
yak…bagus….
sangat bagus malah kalo boleh saya katakan…
buku yg secara moral sangat menggugah
dan secara visual mampu membasuh kerinduan akan gaya2 desain era 90-an…
teruskan perjuangan mu bung Ayip, semoga langkahmu bisa menggugah anak2 bangsa yang lain dalam berkarya
keren, masuk dalam daftar antrian buku dibeli *lirik dompet*
selamat mas ayip…bukunya inspiratif banget…
saya sebagai alumni PSSRD Univ. Udayana Bali (`99) merasa bangga memiliki senior yang sangat peduli terhadap rasa NASIonalisme yang mulai redup…
maju trus matamera-nya…
Smoga buku ini dapat menjadi motivator dan inspirasi bagi generasi selanjutnya pada khususnya dan kita semua pada umumnya , untuk lebih menghargai diri kita sendiri sebagai bangsa Indonesia yang ber-bhineka tunggal ika…
bangkit tanpa mengeluh dan mengeluh kira-kira bisa ngga yah? memang kesehatan bangsa sedang tidak baik tapi masa iya ngeluh melulu…wong orang sakit aja bisa berbuat banyak kok. Melihat juara Moto GP kemarin di lemans seorang penderita sakit pun masih bisa naik podium..contoh yang menarik bukan?
Salut untuk satu langkah kedepannya dengan membuat buku…
Great Idea…good job!
Bangga sekaligus sedih ngelihat karya-karya mas Ayip (walau belum satu buku utuh, baru cuma dari on-line). Bangga karena hasil pencapaian visual artistiknya bagus, sekaligus menjadi sedih bahwa Indonesia masih sangat carut marut sementara baru sedikit yang kita sudah perbuat? what we have we done for Indonesia? too pesimistics if I reply ‘nothing’, but it is too optimistics if I say ‘a lot’. Just keep fighting and let’s do our best for our beloved country. Big thanks to Ayip for his satire reminder. I do appreciate it. with love from Jogja.
Not life, but GOOD life, is to be chiefly valued.
Saya telah hafal kata-kata yang saya baca dari blog Pak Ayip ini pertama kali saya mencari tahu tentang beliau.
Dan kata-kata ini betul2 membuat saya bertanya, why it’s not just life…, but GOOD life, as a child, of our mother and father and our nation.
Berat sekali terasa, eh?
Selama ini yang saya kenal, ya, life is beautiful, value your life, tapi Pak Ayip malah membuat standar yang lebih tinggi lagi, GOOD life.
Selama saya mengenal beliau terutama beberapa bulan di dalam kesempatan internship saya, saya merasa terbakar setiap kali saya “tersentil” dengan ucapannya yang lantang dan to the point, passion mendesainnya yang luar biasa, seolah 25 jam sehari gak cukup buat Pa Ayip untuk nempel di depan hardwarenya.
Akibatnya…, buku ini menjadi perwujudan ucapan lantang Pa Ayip yang bergumul di antara agonia-nya (bersama hardwarenya) tentang kebanggaan dan kemirisan sebagai seorang Indonesia.
Saya jadi berpikir, apa Tuhan tidak adil terhadap nasib Indonesia dibandingkan kepada negara lainnya? Tapi saya rasa kitalah sebagai manusia yang dititipkanNya sebuah Indonesia (tidak pernah akan ada yang lainnya), yang tidak adil memperlakukan tanah air kita.
Apa kita puas hanya menjadi seorang yang berdiam di tanah Indonesia, not yet become a GOOD Indonesian…?
What Ayip has been done is just a start, it’s for the rest of us the Indonesians to finish it in a GOOD way.
Well, this time is for Kick Ayip, Andy. ;p
…”Kulihat Ibu Pertiwi… sedang menangis sedih….”
Waduh, alus pisan kabeh desain nu aya simkuring meuni kataji jeung eta bobogaan ide tong eureun, teruskeun
jeung omat ngan orang indonesia nu ngarti indonesia mah…hebat pisan….jang anak incu buku ieu pasti jadi saksi konci nu moal dipohokeun
aendramedita
Kang Ayip on fire banget nih….bravo!
Favorit gw “supersmart” briliant!!
Hiduplah Indonesia Raya…….
Majulah Indonesiaku, galang persatuan, janganlah kita terpecah belah untuk kemajuan bersama. Hidup Indonesia!
Congrutulations for publishng this book and amazing.! Baru saja kita merayakan 100 tahun Kebangkitan Nasional, Selain seni grafis (fine art graphic deisgn) yang dapat kita nikmati dalam buku ini juga makna yang terkandung sarat dengan pesan yang bermakna serta mudah dimengerti. Semoga buku ini dapat mengugah semangat nasionalisme bagi orang yang membacanya.
Hiduplan Bangsaku hiduplah negeriku Indonesia Raya !
[…] Selengkapnya silakan Anda simak di sana. […]
Saya tidak bisa berkata-kata, tapi desain anda sangat menggugah hati. Andai saja pejabat-pejabat kita lihat, mungkin dapat menggugah hati mereka menjadi lebih baik. Semoga…
… bagimu negeri ..
… jiwa raga kami ..
kang ayip, selamat atas penerbitannya. definitely a book to buy.
Ayip..
Thanks for letting me know - and congratulation for publishing such a deep thought visually.
..still, being patriotic is always been part of our nature as human being - longing to be longed..
Good for us.. for them..
.. your book should be added to my treasure food for thought collection shorthly..
Respect
Cha
‘balinese-blood’ random thinking observer
..you want, let’s make it
http://artchastudio.com
Salut Pak
betul betul indONEsia
saya bangga pada design di web ini…saya ingin sekali menguasainya…karena saya masuk dalam jurusan ini…namun,saya sulit memahami dan tidak memiliki keahlian…mohon beri saran untuk motivasi…thengkyu…
Aku adalah anak Indonesia,
Aku bangga ada “disini”
Aku ingin “disini”
Aku percaya “disini” suatu saat orang-orang akan iri aku ada “disini”
Aku selalu ada “disini” untuk Indonesiaku………
[…] membangun gerakan ekonomi kreatif yang realistis). Personal work, seperti juga yang saya buat dalam I See Indonesia, adalah karya yang berpeluang memberikan inspirasi sekaligus membangun kesadaran akan pentingnya […]
Ayip ! Keren & sukses terus….
Saya mau beli limited addition dr book ini gimana ya ? kontak sy & email plus account no buat transfer. Thanks
Terima kasih. Untuk semua perhatian, komentar, kritik dan apresiasinya bagi kelahiran buku ini. Semoga menjadi pembelajaran berharga bagi saya pribadi dan bagi kita semua. Selanjutnya perkembangan program I See Indonesia dapat dilihat di http://www.iseeindonesia.com
Salam, Ayip
Orang Indonesia sayangnya tidak pernah mao jujur kalo kritik orang. Prinsipnya.. ‘daripada kritik, gak enak.. mendingan diem..’
ini sedikit pandangan oposisi dari saya secara jujur, karena mungkin pak ayip sendiri bosan dengan pendapat yang ‘yes..yes.. good..’ saja
Menurut saya buku ini biasa-biasa saja, malah cenderung kurang bagus, maksud saya, coba lihat, beberapa diantaranya dengan vektor yang biasa saja, kurang ada “ide”nya, beberapa memang bagus.. tapi kebanyakan terlalu berantakan, dengan permainan tipo seadanya yang cenderung ‘maksa’ dan tidak pintar.
Ya saya tau ini buku mencerminkan nasionalisme untuk Indonesia, tapi sejujurnya, seandainya anda dosen dan murid anda mengajukan poster2 seperti ini untuk penilaian anda, berapa nilai yang akan anda beri?
Harapan saya.. lebih baik adakan lomba poster untuk tema serupa untuk desainer secara luas, lalu dibukukan.. hasilny pasti akan lebih baik dan tidak monoton.
semoga kritikny membangun
oh iya.. ‘what have we been done’ itu bukan bahasa inggris yang benar. Kesalahan grammar seharusnya bisa diminimalisir dengan copywriting yang baik.
Istilah kasarnya.. Nilai mahasiswa akan dikurangi bila ada kesalahan spelling, grammar, atau tenses seperti ini terjadi.. sama halnya dengan buku ini
Bung Ajib yang terhormat,
Terima kasih telah memberikan apresiasi atas karya personal saya I See Indonesia.
GAGASAN membuka lomba secara terbuka (apalagi membukukannya) sangat bagus dan itulah harapan saya. Kita dapat melihat intepretasi keIndonesiaan yang kaya ide dan beragam dari banyak anak bangsa yang kreatif. Ayo siapa yang mau buat lombanya? Saya pasti ikutan
halo kang…
selamat untuk peluncuran bukunya..
kereen…..
sukses selalu
A piece of art using word to express the true feelings of a great patriot and patron of the art. I have had the pleasure of exchanging ideas and collaborating with him. He is a very talented and visionary being a highly recommend you support this artist and read this wonderful book which transcend’s art literature at its best.
PROUD TO BE INDONESIAN
[…] • Rabu, 6 Agustus, jam 16.00-18.00: Ngobrol Bersama Ayip mengenai bukunya “I See Indonesia” […]
[…] I See Indonesia karya Ayip, desainer grafis dari Bali, merupakan sebuah terobosan menarik ditengah kegalauan kita […]
jaya selalu……jaya indonesia kita
sit fadilah supari said:
“saya adalah mush bagi kapitali, saya adalah kecoa bagi kolonialis…tapi bagi nasionalis….saya adalah temen bukan pahlawan………”
Damai saudaraku suburlah bumiku, ku ingat ibuku dongengkan cerita kisah tentang jaya Nusantara lama, tenteram karta raharja disana…
>> congratz for d new spirit!!
damai negeriku. selamat untuk indonesiaku
[…] Ini adalah untuk pertama kalinya - setidaknya di Indonesia - sebuah pameran desain grafis dan ilustrasi diadakan secara online, dan juga untuk pertama kalinya bagi DGI/MDGI mengadakannya. Sebelum ini DGI pernah memfasilitasi diadakannya acara diskusi mengenai HAKI yang diselenggarakan oleh FDGI (Forum Desain Grafis Indonesia) “Diskusi Online bersama Forum Desain Grafis Indonesia (FDGI): HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)”, juga memfasilitasi acara peluncuran buku seorang desainer grafis, Ayip, yang juga untuk pertama kalinya diadakan secara online: Memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia: peluncuran online buku “I See Indonesia…. […]
MERDEKA………
selamat!
[…] rangka memperingati 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional DGI menyelenggarakan peluncuran buku Ayip “I See Indonesia” secara online. Ayip adalah creative director Matamera Communications, sebuah agency yang berbasis […]
sedikit terdistorsi… semangat satu bahasa, berbahasa indonesia-nya nggak terbaca… tapi tidak mengapalah… mungkin untuk konsumsi global… bangkit dan maju (desain grafis) indonesia…
n.b. cari bukunya dimana ya? udah ada di toko2 buku/toko buku desain? pingin punya…
[…] visual: Memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia: peluncuran online buku “I See Indonesia” karya […]
Sekedar kesan dari perjumpaan saya dengan Ayip dalam karya-karyanya dari buku Saya Melihat Indonesia (I see Indonesia). Untuk yang lebih paripurna ada bisa baca review Sugi Lanus dalam buku ini (ia seorang peneliti budaya) MENGGALI DAN MENGINTERPRETASI KEMBALI SIMBOL KEINDONESIAAN.
As One?
Dalam karya ini Ayip menampilkan gulungan koran seperti bungkus kacang rebus, dimana pulau-pulau dalam peta Indonesia adalah kacang rebusnya. Karya dengan judul As One? ini bagi saya adalah sebuah tanya, gugah dan mungkin gugat atas pemaknaan persatuan, atas makna nasionalisme. Nasionalisme macam apa atau persatuan macam apakah yang akan dibangun di negeri ini? Apakah persatuan dan nasionalisme yang melahirkan konflik berkepanjangan di Papua, Aceh dan dahulu Timor Timur. Atau Indonesia yang terus menerus menjaga vitalitas ke-Indonesiaan yang berkeadilan sosial-ekonomi secara luas, partisipasi (demokrasi), plural-bhineka dan inklusif. Atau dalam kata-kata RE Elson ‘Menuju Indonesia yang Bersahaja’ untuk ke dalam tapi berwibawa ke luar. Bermartabar dan Berdaulat.
Entering Bright Zone
Dalam karya ini Ayip membagi ruang dengan warna hitam dan putih secara seimbang. Kemudian Garuda Pancasila dicitrakan bergerak dari Zona Hitam ke Zona Putih. Dari Zona kegelapan (kekerasan, penyeragaman, kesenjangan, korup) menuju Zona Cerah (pendekatan demokrasi, pluralisme, keadilan, transparansi)
For Lease 100 Years
Dalam karya ini dengan latar awan putih, pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua bergantungan pada seutas tali, seperti jemuran. Bagi saya ini menegaskan belum merdekanya negeri ini (paling tidak secara ekonomi) dimana bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya dijual dengan murah, dikuasai spenuh-penuhnya oleh modal asing, digadaikan karena sakau utang luar negeri.
To Make It Bright
Hampir mirip dengan karya sebelumnya disini kain putih bersih dengan peta Indonesia di dalamnya dijemur pada seutas tali. Dimana di satu sisinya nampak kemasan bubuk sabun deterjen dengan merk RI Clean. Barangkali dengan cepat kita bias kaitkan dengan persoalan KKN yang menggila di negeri ini, 10 tahun reformasi barangkali kegilaan tak juga reda malah lebih meluas dengan makin banyak aktor. Soalnya jelas dulu hanya ada satu Soeharto, kini banyak Soeharto (lebih) kecil
Dicari: Pemimpin Masa Depan
Dalam karya Ayip juga membagi ruang dalam dua bagian. Pada bagian kiri nampak satu poster dengan pesan dicari pemimpin Indonesia Masa Depan. Entah kenapa saya menangkap disana tertera pula gambar seseorang berpakaian batman. Barangkali saya menjadi gila seperti banyak caleg yang dalam posternya berpenampilan yang aneh-aneh dari bergaya superman hingga petinju. Sedang pada bagian kiri nampak seorang berpeci dengan senyumnya yang usil, sama sekali ngak meyakinkan, tapi nampak bersahaja
People. Only1ndonesia
Karya ini sesegera saya sandingkan dengan dengan karya dicari pemimpin masa depan. Karena masa depan Indonesia, bukanlah masa depan yang bertumpu pada pemimpin-pemimpin (paternalisme) tetapi kepada kepercayaan diri, kemandirian dan daya kreasi rakyat. People yang ditampilkan oleh Ayip adalah potret anak-anak seusia sekolah dasar, ini menegaskan pentingnya pendidikan yang kritis, membebaskan, dan memandirikan. Bukan pendidikan indoktrinasi, hafalan dan menciptakan ketergantungan murid pada guru (patron).
Make It Easy
Seperti beberapa karya lain Ayip membagi ruang dalam 2 bagian. Pada sisi kanan dengan latarbelakang hitam tegak sebuah pensil berbendera merah putih. Disisi kirinya dengan latar putih nampak benang kusut, saling berbelit, seperti tidak terurai dan tidak bisa ditemukan pangkal dan ujungnya. Pinsil merah itu kemudian memainkan dirinya mengurai kerumitan dengan menemukan atau menuliskan nama Indonesia dari benag kusut ini. Pesannya bukan penyederhanaan masalah sehingga mendistorsi persoalan, bagi saya pesannya adalah ketika rakyat menjadi tumpuan perubahan dengan pemimpin-pemimpin sejati yang lahir dari pergulatan, keringat, dan derita rakyat maka persoalan berat dan rumit yang dihadapi negeri ini terasa lebih ringan.
waw slamat ya bang ayip,,,,kren memang,,,,,
saya jadi bangga melihat karya anak bangsa yang semakin hebat……selamat ya bang ayip,,,,
wah nasionalis skali …keren…tapi kok pake b.inggris ya tidak bahasa Indonesia..apa bahasa ibu pertiwi kita tidak bagussss
[…] 66 comments Memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia: peluncuran online buku “I See Indonesia” […]
[…] peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional tahun 2008 lalu menerbitkan buku visualnya yang pertama “I See Indonesia” yang memotret kegundahan pribadinya mengenai negeri ini. Saat ini selain menjadi anggota PPPI dan […]
[…] untuk mewakili desainer yang terlepas dari “dominasi pulau Jawa”. Ayip dengan bukunya I See Indonesia juga mewakili apa yang disebut oleh Rick Poynor dalam kategori “designer as a writer”. Penulis […]
mantap. kereen abis. cinta Indonesia