Ini kisah perjalanan seorang desainer grafis, Paulina Mayasari, seorang Chinese-Indonesian yang setelah peristiwa kerusuhan Mei 1998 berkeinginan keras mengubah pandangan klise masyarakat Indonesia pada umumnya mengenai warga keturunan Tionghua di Indonesia. Pada tanggal 27 Desember 2009, Maya, demikian panggilan akrabnya, untuk pertama kalinya mengadakan sebuah wisata budaya yang dinamainya Melantjong Petjinan Soerabaia. Penelusuran terhadap kebudayaan Tionghua ini dirancangnya untuk menjadi fondasi bagi berdirinya sebuah museum seperti Chinese Heritage Museum di Singapura. Saat acara baru berjalan beberapa kali, Maya menerima informasi mengenai dibukanya aplikasi Marketplace of Ideas Application. Maya mencoba mengajukan proposal untuk mengikuti aplikasi ini dan… terpilih! Maka berangkatlah Melantjong Petjinan Soerabaia ke Rio. Berikut adalah catatan harian Maya sejak mempersiapkan materi hingga menyampaikan presentasinya di Rio. Selamat menikmati Melantjong ke Rio! – Redaksi.
“Melantjong Petjinan Soerabaia is being honored among the most innovative grassroots initiative best positioned to create world peace”
Bridging Cultures Building Peace, United Nations Alliance of Civilizations Third Forum, in Rio de Janeiro, May 27-29, 2010
MELANTJONG KE RIO
Oleh Paulina Mayasari
Terima kasih Tuhan untuk membuat segalanya terjadi.
Terima kasih Anastasia Dwirahmi, sudah memberi info tentang kompetisi ini.
Terima kasih Vitrie, Budi Lim, Melvin dan Fang Fang, sudah membantuku merancang presentasi.
Terima kasih Anne R. Ginther and Fang Fang, sudah membantuku merancang pidatoku.
Terima kasih Charles, Anne, Peter dan Mike untuk tetap menyemangatiku terutama saat-saat grogi meraja.
Terima kasih untuk semua orang yang sudah mendukung melalui doa, telepon, sms, koran, facebook, dan email, yang tidak bisa gw sebutin satu persatu, kaliyan semua musti tahu gw bener-bener menghargai dukungan kaliyan.
Terima kasih untuk semua orang yang berpartisipasi di Melantjong Petjinan Soerabaia.
Dan khususnya terima kasih untuk keluarga gw.
Tujuhbelas hari sebelum berangkat
Jumat, 7 Mei 2010
Badan gw gemetar ketika menerima email pemberitahuan bahwa initiative gw kepilih sebagai salah satu finalis Marketplace of Ideas Application. Yang ada dalam pikiranku, cuman OMG.. OMG.. OMG.. terima kasih Tuhan, ya ampun..
Pikiran gw langsung mbulet suket, soalnya waktu itu pekerjaan kantor sedang banyak-banyaknya, persiapan untuk pameran foto di Surabaya juga belum sepenuhnya selesai. Tapi gw excited banget.
Waktu gw berangkat menuju bandara Soekarno Hatta, di sore hari itu, hujan sedang turun. Nuansa hati yang biru lebam gw coba abaikan dengan memasang status di-Fb, beberapa ucapan teman-teman menenangkan hati yang resah, bayangin aja sampe airport, gw belum juga dapat konfirmasi mengenai akomodasi, ditambah presentasi dan pidato yang belum juga siap. Konsep dan pemikiran sudah ada, hanya belum terangkai dengan manis dan mulus. Gw cape banget, karena selain berusaha menyelesaikan semua pekerjaan kantor sebaik-baiknya, juga harus mengejar persiapan untuk presentasi di Rio, berhari-hari mental juga digempur dengan email-email yang tidak menentramkan hati dari kontak gw di UNAoC.
Tiket gw tertanggal 25 Juni 2010, pukul 18.50. Gw musti brangkat apapun yg terjadi.
Hari-hari sebelum berangkat, wah penuh dengan ketegangan, kalo pada ngikuti status gw di-Fb mungkin bisa sedikit banyak menangkap suasana itu. Tapi temen2 terdekat yang banyak membantuku, rasanya lebih gak tenang daripada gw kali ye.. soalnya selalu gw update berita terbaru dari sono. Maap ya prens.
Rasanya seperti berangkat sidang tugas akhir tanpa persiapan.
Sebelum berangkat sempat meminta nasehat kemana-mana.
Minta waktu ketemu dengan pak Budi Lim, dan diselipkan dalam waktu2 menjelang keberangkatannya ke luar negeri, maka kami ketemuan di bandara ngebahas storyline dari presentasi gw.
Minta waktu ketemu dengan Vitrie untuk bahas konsep presentasi, gimana seharusnya pendekatannya, konsepnya, bentuknya.
Minta waktu latihan presentasi dengan Melvin dan Fang Fang, sekaligus ngebahas apa aja yang musti ditonjolin.
Berangkat dengan segala ketidakpastian
25 Juni 2010
Berangkat ke Rio via Amsterdam, mampir ke Kualalumpur (kok di tiketnya gak ditulis ya) kemudian lanjut ke Sao Paulo. Dari Sao Paulo terbang ke Rio de Janeiro. Sudah hampir menjelang tengah malam, waktu gw nyampe di bandara Rio. Wes cape, tegang, deg-degan juga gw.. jangan2 gw gak dapat kamar dan harus tidur di airport. *Haduh*
Jangan dikira dalam perjalanan ke Rio gw tenang-tenang aja duduk di pesawat dan menikmati film-film terbaru dari KLM. Gak yoo.. Sepanjang perjalanan gw berusaha ngedit presentasi, nyiapin 3 slide presentasi, karena sebelum berangkat gw hanya sempat bikin draftnya di potosop. (gw bekerja lebih cepat dengan potosop *maklum pembenci software word dan balakurawanya kecuali notepad). Alhasil selama perjalanan stress, melihat pelannya gw bekerja dengan powerpoint ditambah tidak selalu ada colokan listrik. Selama perjalanan laptop tidak pernah mati, hanya sesekali dalam sleep mode.
Belum lagi ngedit kata-kata untuk presentasi, karena setelah latihan bersama Melvin dan Fang Fang, gw langsung grogi berat, kayanya ndak mungkin di hari H gw bicara tanpa contekan. *pheuuhw… *perjalanan yang panjang dan sama sekali tidak nyaman.
Maka ketika di airport melihat Greeter yang membawa tulisan United Nations Alliance of Civilizations – Third Forum, sedikit lega rasanya. Haduh.. untung ada yang jemput. Lalu gw bilang ke mereka kalau gw dah coba reservasi hotel sesuai email terakhir dari mereka dan tapi belum juga dapat. Lalu mereka mencarikan hotel buat gw.
*Satu lapis lega bertambah, walau juga masih tidak berani berharap banyak.*
Pasalnya sebelum berangkat, ada banyak informasi simpangsiur dan tidak jelas. Tiket pesawat baru gw terima via email hari Minggu 23 Mei dini hari. Jadi ketika gw cuti dari kantor sejak hari Jumat, gw juga masih belum tau apakah jadi berangkat atau tidak. Hahahaa.. cuti aja dulu..
Walau cuti, tetep kalang kabut ke sana-kemari dalam persiapan berangkat, tetep harus urus visa ke kedutaan Brazil (yang ini bisa selesai duluan, walo tetap tidak lancar jaya), tetep coba beli travel insurance, tetep minta sponsor perangko ke kantor pos via pak Nawi, tetep minta sponsor ke pak Arif – Mitra Grafika di Benhil sini, tetep bikin desain perangko dan kartupos, sambil ngingat-ngingat apa aja yang harus kupacking, sementara itu meninggalkan website dalam tangan-tangan ajaib Awang dan Debby serta Any. I even don’t have anytime to think about that.
*Help please prends!*
Malam pertama kedatangan
Rabu, 26 Mei 2010
Waktu nungguin kabar tentang hotel, gw baru tahu kalo ternyata tim greeter bekerja untuk airport dan mereka hanya ngebantu nyambut tamu-tamu saja. Jadi mereka bilang: “mari kami antar untuk menemui staf deplu Brazil yang sedang sibuk mencarikan hotel untuk Anda” dalam bahasa Inggris campur Portugis. *Ummm….
Dua lapis lega tadi mulai terkikis pelan-pelan oleh hawa dingin semriwing waktu keluar dari ruangan berjalan menuju van yang sudah disiapkan untuk mengantar tamu-tamu ke hotel masing-masing. Sepertinya kami rombongan terakhir hari itu. Satu mobil bareng gw ada 4 orang lagi, satu perempuan, satu laki-laki pembicara dari Albania dan dua orang dari Kuwait. Kami berkenalan, (halah.. lupa gw nama mereka masing-masing, tapi wajahnya gw ingat betul ;p) dan saling membandingkan panjangnya perjalanan pesawat kami. Dan yak.. gw jelas pemenangnya, hampir 40 jam.. termasuk transit2nya.. dah nglewati perbedaan waktu entah berapa kali, yang jelas perbedaan waktu antara Rio dan Jakarta 12 jam, jadi tengah malam itu gw mungkin keliatan lebih seger dikit daripada yang lain-lain. Ya iya lah, di Jakarta jam 12 siang. Apalagi ketika diberitahu hotel gw di JW Marriot, woaaa.. tambah sumringah. Rasa lega berlapis-lapis memadati hati, saat itu juga gw percaya segalanya akan berjalan dengan baik. Tapi sempet kepikir, jangan-jangan JW Marriot di Rio itu hotel kelas melati.
Sampai di hotel, gw disambut oleh resepsionis hotel. Mungkin dia bisa melihat tampang cape gw yang penuh senyum kucel, makanya dia juga melayani gw dengan senyum-senyum ramah. Dijelaskan macam-macam tentang hotel, bahwa semuanya sudah ada yg nanggung biayanya, tapi gw perlu ngasih kartu kredit sebagai key deposit, yang nanti bakal dicancel begitu gw cek out.
Lalu bagaimana dengan internet?
Oohh ternyata fasilitas wifi gratis di kamar, sudah termasuk biaya hotel. Wiiihiiiihihi..
Ok kalo gitu langsung menuju ke kamar, dianter sama bellboy, kunci gw cuman bisa buat ngakses lantai 11 dimana kamar gw berada, lobby dan kolam renang ada di lantai paling atas. Kamar gw pas depan lift. *Aduuuuuuhh…* kamarnya besar sekali, ada ruang tamu dan meja kerjanya sendiri, TVnya ada dua, jam alarmnya bahkan ada docking buat ngecharge iphone, jg bisa buat setel ipod. Ranjang queen size, kamar mandi ada dua pula, satu untuk tamu dan satu kamar mandi utama yang lengkap dengan shower dan bathup. Masyalahh.. wes pengen terjun ae ke kasur empuk putih besar. Tapi hal pertama yang gw lakukan adalah ngecek email, ngebales email-email. *Hah!* terima email besok meeting jam 2 siang. Ketinggalan dinner dengan teman-teman youth delegation dan beberapa teman finalis yang sudah nyampe duluan. *Too bad :(* Lalu cuci muka, sikat gigi. Lanjut ngerjain presentasi. Gak tau sampai jam berapa.. mungkin jam 3 pagi waktu sana, akhirnya gw teler dan tidur.
Hari kedua kedatangan
Kamis, 27 Mei 2010
Bangun-bangun sudah jam 9 lewat, tapi karena meeting masih jam 2 siang, dan breakfast masih sampai jam 11, gw agak santai bongkar koper dan mandi, lalu cek email lagi dan pergi makan pagi. Akhirnya sekitar pukul 12 gw baru siap berangkat ke tempat konferensi. Naik taksi yang tidak mau mengantar sampai ke dalam, gw selalu diturunkan jauh di depan pintu masuk dan harus berjalan kaki 100 meteran ke pintu masuk. Harganya 25 Reais*, “perlu receipt?” tanya supir taksi. Ya ga ada salahnya dapat bon taksi.
*Satu Reais sekitar 5-6 ribu rupiah.
Di tempat konferensi, gw musti daftar ulang. Nama gw gak ada di daftar tamu, ya oke deh, jadi gw tunjukkan paspor dan undangan yang bertuliskan nama gw, dapat name tag deh.. Langsung nyari tempat meeting jam 2 nanti dengan seseorang bernama Chris Bashinelli, he’s not my contact. Dunno who he is. Well we’ll meet later anyway. Sempet mejeng diantara bendera-bendera seluruh dunia berlatarbelakangkan tulisan United Nations Alliance of Civilizations – Third Forum, senyum manis, langsung nodong seseorang yang berdiri santai disana untuk njepret tampang gw.
Saat itu makan siang masih berlangsung, karena baru aja makan pagi gw cuman tertarik pada snack-snack kecil, stroberi berlapis coklat dan kopi tentunya. Clingak-clinguk, gak kenal sapa-sapa..eh tiba-tiba ada yang nyapa “MBAK MAYA YAA?” Hah? Wooii.. Pasti ini Dedek ya? aka. Riyanto Dedek Lesmana, mahasiswa UGM jurusan HI, salah satu peserta Youth Event perwakilan dari Soliya. Katanya sih Soliya ini finalis tahun lalu.
…….Tunggu dulu, gimana gw dan Dedek bisa kenalan? Sebetulnya karena kebetulan aja. Sepuluh hari sebelum tanggal konferensi, gw mutusin untuk apply visa walopun belum ada kejelasan apa-apa. Ketika apply, petugasnya ngeyakinin gw kalo nama gw ada di daftar tamu yang dia miliki, maka biaya visanya gratis. Jadi dari situlah gw tahu ada orang Indonesia lain yang akan berangkat juga, cepet gw catat kontaknya. Lalu gw email orang ini dan kita kenalan.
Eniwei sempet heran, Dedek kok bisa ngenalin gw ya? Padahal disana gw bolak balik disapa dengan bahasa Jepang. Ow.. apa mungkin karena gw bawa tas yang bertuliskan Melantjong Petjinan Soerabaia gede-gede.. hehehe.. Walo pakaianku rapi jali, pake jas krem dan celana jeans (tetep) tapi bawanya tas Melantjong yang khas merahnya itu.. hehehe.. tas kebanggaan gw.
“Ayo mbak aku kenalin ama delegasi Indonesia yang lain!” Dedek menyeret gw ke hadapan Mba Poppy dan Mas Rizki, keduanya dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. “Kerja dimana mba Maya? di UNESCO Office, Jakarta,” dan ceritapun mengalir, ketika ditanya dalam rangka apa gw ke Rio, “tapi gw kesini karena kepilih sebagai salah satu finalis Marketplace of Ideas Application untuk initiative project yang bernama Melantjong Petjinan Soerabaia.” Kutunjukin tas yang gw bawa, lalu gw jelasin apa itu melantjong, dan gimana pusingnya awak karena tidak dapat konfirmasi mengenai siapa yang akan membiayai perjalanan ini sampai saat-saat terakhir akan berangkat. Mereka mendengar dengan antusias, dan menyarankan lain kali kalau ada kesempatan seperti ini lagi, hubungi mereka supaya bisa membantu. “Bisa dapat kesempatan di forum dunia seperti ini kan suatu hal yang bagus sekali untuk Indonesia” ulang mas Rizki bolak balik.
Ketika ditanya kapan jadwal speak gw, lha ini gw barusan akan meeting dengan mereka pukul 2 siang ini. Pembicaraan diakhiri dengan janji gw akan dikenalkan dengan kepala mereka, tapi pikiran gw dah ke meeting.
Sebelum berpisah, perangko dan kartupos Melantjong Petjinan Soerabaia tidak lupa kubagikan.
Sampai di ruang meeting yang imut, baru ada 2 orang, kami saling memperkenalkan diri. Peter dari Global Dialogue Foundation dan Marcello dari Deloitte. Mereka menyebutkan bahwa Chris baru saja keluar ruangan. Gw pun duduk dan menanti yang lain datang. Gak lama satu persatu finalis yang lain datang, kami saling memperkenalkan diri dan bertukar kartunama.
Lalu meeting dimulai oleh Jean Christophe Bas, Senior Advisor-Strategic Development & Partnership. Jean membuka meeting dengan memberitahukan bahwa spot presentasi kami diubah karena dianalisa akan lebih baik dan terekspos bila kami dikumpulkan dalam satu sesi dalam satu panggung, sehingga fokusnya benar-benar hanya kepada kami, daripada dipisah-pisah dan diselipkan dalam jeda waktu plenary seperti rencana semula. Dan Chris ini ternyata adalah MC kami, dari Bridge the Gap TV, jadi dialah yang akan merancang acara presentasi kami. Kami diajak diskusi gimana sebaiknya presentasi kami dibawakan, waktunya sementara ini adalah Sabtu nanti. Lalu mengenai funding, belum dibicarakan secara tuntas bagaimana mekanismenya, mungkin dari partner akan memilih organisasi yang ingin didanai masing-masing atau mungkin dana dari masing-masing sponsor akan dikumpulkan dan dibagikan sama rata ke masing-masing pemenang, sampai sekarang masih belum jelas.
Meeting dilanjutkan oleh Chris, yang fokus ngebahas persiapan presentasi kami di forum ini. Semua orang ditanyai gimana sebaiknya para finalis yaitu kami sendiri ini dipresentasikan, gimana bentuknya, gimana para sponsor sebaiknya ditampilkan, apa aja yang musti disiapkan para finalis dan berapa lama waktu yang tersedia untuk masing-masing orang. Meeting tektok dengan cepat dan efektif. Sejujurnya gw ngrasa keder ngliat semua orang begitu agresif, terutama dalam ngedeketin para donor. Gw mulai membagi-bagikan perangko dan kartupos baik kepada para donor dan finalis. Karena nyobek perangko butuh sedikit waktu, sambil nyobek gw manfaatin untuk cerita dikit tentang Melantjong Petjinan Soerabaia. Hehehe.. taktik jitu yang diajarkan Vitrie. Sayangnya butuh waktu lama juga untuk cerita pada satu orang, jadinya gak banyak juga perangko yang sempet terbagi. Chris menyediakan waktu buat masing-masing orang secara personal memperlihatkan presentasinya sekaligus ngasih saran dan menggarisbawahi mana yang harus ditonjolkan. Waktu itulah gw sempet menanyakan beberapa hal yang masih tidak jelas ”apakah kami ini tidak berkompetisi lagi untuk memperebutkan prize?” Karena bingung tentunya kenapa format acara jadi presentasi bersama. Dan Chris nyoba njelasin, “tidak ada kompetisi lagi, 10 inisiatip inilah pemenangnya, ya kalianlah pemenangnya.” And that’s it. Owwh.. ada selapis rasa lega mengguyur. Oklah kalo begitu.
Selesai meeting, sebetulnya pengen langsung balik hotel dan tidur, karena setelah perjalanan panjang, praktis gw cuman tidur 5 jam-an, badan rasanya gak karuan. Tapi masih ada beberapa sesi acara sedang berlangsung, gw coba ikuti salah satu yang berjudul : Creative Economy: Trade as Appreciation of Cultural Diversity. United Nations Alliance of Civilizations – Third Forum ini dibagi dalam beberapa sesi yang berjalan secara paralel dalam ruangan-ruangan yang berbeda. Awalnya kami para finalis bakal dibagi dalam 3 kelompok dan diberi kesempatan presentasi yang diselipkan di antara sesi-sesi ini. *Phewww.. untunglah rencana awal itu gak jadi.
Waktu coffee break, sempat ketemu lagi ama mba Poppy dan mas Rizki. Kali ini gw dikenalin Romo Frans Magnis Suseno dan pak Triyogo Jatmiko, Sekretaris Republik Indonesia untuk PBB, yang langsung menyelamati gw: “Wah Mba, selamat ya proyeknya terpilih untuk dipresentasikan ke sini, lain kali kalo ada kesempatan seperti ini, jangan ragu-ragu ke deplu, pasti akan dibantu. Karena ini kan bagus untuk nama Indonesia” tegas pak Jatmiko.
Duh riangnya hati mendengar kata-kata itu. Napa gak dari kapan-kapan ya… Sejak gw kembali dari pameran foto Melantjong Petjinan Soerabaia, gak henti-hentinya nyoba korespondensi dengan pihak panitia, tanpa hasil yang jelas. Sampai akhirnya memutuskan untuk cari sponsor. Cari sponsorpun kan tidak mungkin dalam waktu singkat. Sempet gw nekad mo nongkrongin depan hotel Nikko pagi-pagi jam 7, karena biasanya ada fasilitas siaran langsung TV swasta, kan gw bisa mejeng di TV nyari sponsor yang mau membiayai perjalanan ke Rio. Sebetulnya banyak orang yang mau membantu, terutama teman-teman komunitas Jejak Petjinan dari Fb, gw yakin kalo gw sediakan kaleng… eh kontainer, untuk nampung koin peduli Antar Melantjong ke Rio…. pasti bakal terkumpul dana untuk membiayai perjalanan gw ke sana. Buktinya setelah selesai konferensi pun, Ibu Pia Alisjahbana masih berkenan membantu gw. Tapi sampai seminggu sebelum hari konferensi, gw masih bertanya-tanya, apakah ini cukup berharga? Apakah biaya tiket sebesar 3000 USD sebanding dengan manfaat yang akan didapat? Apa yang sebenarnya ingin gw dapat dari konferensi ini?
Malam itu ada cocktail party untuk nyambut para tamu yang baru berdatangan. Tidak ada tanda-tanda keberadaan makan malam, tapi ada banyak sekali snack imut-imut yang trus berdatangan ditawarkan oleh pramusaji yang bersliweran kesana kemari. Disana gw sempat nyobain cocktail khas Brazil, caipirinha dan sari buah khas, namanya guanarana. *Enyakkkk.. *eh ketemu lagi ama Dedek langsung dikenalin ama teman-temannya, youth participants. Wahhh banyak sekali. Gw juga sempat papasan dan ngobrol dengan professor Mike Hardy, wakil sponsor kami dari British Council, yang nyebutin kalo ide proyek gw menarik sekali, dengan tur budaya mencoba untuk mengurangi stereotip, lha.. kesempatan buat bagi-bagi perangko dan kartupos.. hehehe.
Makin malam makin rame, apalagi ada pertunjukan musik Brazil yang asik buat goyang. Gw makin teler, menantikan bis yang mengantar kami kembali ke hotel, tidak jelas kapan jadwalnya. Akhirnya naik taksi deh.. Sampai hotel, langsung mandi air anget dan good night sleepp finally.. Eits… gak juga sih.. Malam itu gw masih nyoba ngedit isi pidato gw jadi lebih singkat dan padat, karena waktu speech cuman 2 menit.. tak tahulah gimana caranya bikin slide presentasi dan pidato yang ok untuk disampaikan cuman dalam waktu 2 menit itu.
Huhuhu… akhirnya gw kecapean, dah lewat pukul 1 malam pula, gw putusin untuk tidur aja. Tapi emang malam itu tidur yang paling enak selama beberapa hari kalang kabut.
Presentasi belum kelar juga, peduli amat dah…
Hari Ketiga kedatangan
Jumat, 28 Mei 2010
Besoknya gw telat ikut bus ke tempat konferensi, terpaksa naik taxi lagi.
Meski telat, masih sempat liat Ban Ki Moon pidato. Lalu buru-buru menuju tempat meeting sesuai email Chris tengah malam kemarin.
Chris netepin slide presentasi dan pidato harus selesai jam 4, jadi bisa rehearse bersama untuk persiapan tampil besok. Sebelum jam 4, semuanya dah gw kelarin. Jadi gw ada waktu sebentar untuk comot-comot makan siang dan snack-snack yang tersisa. Eh ketemu Dedek, teman-teman dari Indonesia dan romo Magnis lagi.. lha kesempatan foto bareng dan minta kartunama, hehehe… “wah kita musti ke Rio dulu nih buat kenalan.” Tiba-tiba ada ribut-ribut, ternyata youth delegation yang sedianya akan berbicara dalam forum konferensi ini, terhapus sesinya, gw ga jelas alasannya apa, lalu mereka menuntut disediakannya waktu untuk berbicara di forum. Press release segera dibuat rame-rame dan semua ngumpul di lobby utama nuntut hak bicara. Suasana panas. Tapi kemudian beredar pemberitahuan waktu bicara untuk youth delegation dijadwalkan pada sesi terakhir besok sebelum penutupan.
Pukul 4, waktunya rehearsing. Grogi abis. Nyoba ngapalin pidato, gak bisa-bisa. Waktu latihan tampil, pidatoku di CUT di tengah-tengah.. karena terlalu lama.
Mulai panik, sambil memperhatikan pidato teman-teman yang lain, ada dua orang yang gw nilai bagus. Isi pidatonya simpel, jelas, and to the poin. Langsung gw tanpa babibu minta tolong pada seorang di antaranya untuk ngebantu gw nulis ulang pidato gw. Anne Ginther Royse, dari Random Kids. Dia langsung menyanggupi permintaanku. Wow baik sekali.
Melihat keributan Youth Delegation tadi, kami ngrasa perlu untuk bikin press release juga, supaya lebih terekspos oleh media, karena sejauh ini kesannya tak banyak orang yang tahu mengenai sesi kami, dan tak ada pemberitahuan koreksi perubahan jam sesi kami secara resmi. Dengan persetujuan Jean-Christophe Bas, malam itu juga Pawel dan Anne ngetik press release untuk Marketplace of Ideas Application, coz we all want to make sure that we get full exposure tomorrow. Dan malam itu kami akhiri dengan makan malam di Porcao, sebuah restoran churrascaria*, food buffet dan daging bakar yang berkeliaran kesana kemari. Dari ngobrol ngalor ngidul, baru ketahuan kalo ternyata nasib kita bertiga sama, diombang-ambingkan oleh informasi yang tidak jelas sampai saat-saat terakhir dari kontak person yang sama. Hahaha..tertawa puaslah kami bertiga ngrasani kontak kami itu.
*A Churrascaria is a restaurant serving grilled meat, many offering as much as you can eat: the waiters move around the restaurant with the skewers, slicing meat onto the client’s plate. From Wikipedia.
Dan malam itu juga, gw berusaha untuk memfinalisasi pidato bersama Anne di kamar hotel masing-masing. Draft pidato oper-operan dari kompie Anne ke kompieku via email. Fang Fang sempat memoles beberapa kata. Ketika akhirnya selesai dan bisa istirahat, tidak lupa gw pasang weker karena besok pagi tidak bisa telat, itu kesempatan terakhir kami untuk rehearse.
Hari Keempat kedatangan
Sabtu, 29 Mei 2010
Pukul 8.30 kita semua dah pada ngumpul rapi di Plenary Hall siap untuk rehearse, tapi sempet juga foto-foto dulu hehehe…
Rehearse pertama, gw nyoba ngapalin pidato, alhasil waktu gak cukup, jadi di-CUT lagi di tengah. GOSH.. i have to make my speech shorter, and i totally forget to click my slides. hihihihi
Rehearse kedua, gw nyoba tidak bawa teks karena ngrasa dah hapal, …waktu tetap gak cukup dan lebih parah, banyak kata yang tiba-tiba menguap begitu saja, tetep lupa ngeklik slide… *hwaduhh..
Akhirnya gw mantapin, pidato bawa contekan aja dehh..gw ga bisa pidato dengan hapalan di luar kepala sekaligus musti inget ngeklik laptop supaya slide presentasi berubah sesuai pidato. Hahaha.. i definitely lost my art of presentation. Kayanya dulu gak parah gini deeeh. Kambinghitamkan grogi itu.
Setelah rehearse, kita nunggu waktu tampil di belakang panggung. Banyak snack, buah segar, kopi dan teh nemenin kita, tapi masing-masing dah pada sibuk komat-kamit. Tegang bokk.. Sudah disepakati sewaktu presentasi Chris akan menyebutkan bahwa kami butuh support dari semua orang, dan bisa ditemui di lobby plenary setelah presentasi. Maka gw buru-buru naruh kartupos dan kartunama di pintu masuk kiri dan kanan. Ke toilet dulu ahh… Eeeh nemu kaca yang besar sekalii.. akhirnya gw latihan pidato di toilet sambil matut-matut baju dan rias. Dengan kaca yang besar itu, gw bisa melihat mimik muka dan gerak tubuh dengan jelas. Kembali ke ruangan, gak betah duduk diam, gw nyempetin ngobrol ama Wanjiru, salah seorang finalis dengan initiativenya Akili Dada. Menurut gw, Wanjiru termasuk salah satu orang yang bagus pidatonya, fokus dalam menerjemahkan kebutuhan organisasinya. Dia begitu luwes dan aktif berkenalan dengan orang-orang dan menceritakan apa Akili Dada itu dan apa yang dibutuhkannya. Dia juga rajin meng-update her thought on twitter, membuat orang merasa ikut terlibat dalam apa yang dilakukannya. I have to learn a lot from her.
Sekitar pukul 12.30, saatnya tiba. Lampu panggung dimatikan.
Di belakang panggung, kami berbaris sesuai urutan bicara.
Charles, dari URI, di belakangku mencoba menenangkanku yang kayanya makin grogi aja. Anne mengingatkanku untuk ngasih penekanan pada kata-kata tertentu di kertas pidatoku. Chris memberi aba-aba dan bersama-sama kami jalan memasuki panggung diiringi video presentasi berupa foto-foto proyek kami yang dikompilasi jadi satu oleh Chris. Seiring dengan pidato Chris, lampu panggung perlahan-lahan mulai menyala dan tanpa aba-aba kami berpandangan satu sama lain lalu duduk di kursi kami masing-masing. Mulailah kami maju satu persatu, menyampaikan pidato diiringi slide masing-masing. Chris selalu membuka pidato kami dengan perkenalan singkat, lalu di sela-sela presentasi kami, dia juga menekankan bahwa tentunya susah sekali merangkum apa yang sudah dikerjakan bertahun-tahun dalam pidato 2 menit ini, maka dia mengajak para pemirsa untuk memanfaatkan kesempatan berbicara lebih lanjut pada masing-masing finalis setelah presentasi ini. Yah well..tell me about it.
“Paulina Mayasari dari Jejak Petjinan” sebut Chris
Dan inilah saatku pidato…
Good morning ladies and gentlemen.
As I look around the room, I see a vastly diverse group of people.
I bet that every one of us in here has experienced being stereotyped at one time or another.
I’m Chinese Indonesian…
and where I come from, there are many negative stereotypes that I am working hard to change.
I grew up in a nice family, in a nice neighborhood, and I believed the world was a happy place.
I want you to imagine how I felt when I was a university student IN MY OWN COUNTRY when the 1998 May riots happened. I suddenly found myself wanting to hide the facts that I am Chinese.
Instead of worrying about my studies, I worried about my life.
I decide that stereotypes needed to be stop.
That’s why I started Melantjong Petjinan Soerabaia
My organization creates cultural tours made to enrich people’s knowledge about Chinese-Indonesian culture in a fun and informal way. Participants from different ethnic, and religious backgrounds share their experiences about Chinese culture to each other. It’s a friendly and cultural approach to differences between ethnic groups that brings understanding, fosters respect and nurtures tolerance among Indonesia society.
I would like to replicate this protects and make it a sustainable effort on every province in Indonesia so we can minimize stereotypes.
I – need – your – help.
I need expert resources that will advice me on how to replicate the tour, while customizing it for every region.
I want my government start to appreciating and preserving our heritage.
“Melantjong Petjinan Soerabaia” is being honored today among the most innovative grassroots initiative best positioned to create world peace. It’s an effort with a great track record and immense potential. I hope you’ll partner with me to nurture my grassroots effort to let it grow lush and beautiful everywhere it is needed.
Thank you.
Dan kembali ke tempat duduk gw. Baru sadar gw lupa ngeklik slide terakhir.. hahaha.. *ya sudahlahh….
Presentasi ditutup dengan hadirnya masing-masing perwakilan sponsor yang memberikan sertifikat kepada masing-masing finalis, dan foto bersama dengan senyum yang teramat lebar dari kami semua. Selesai.. *ah belumm.. kami harus bergegas ke depan.
Belum sampai di lobby, gw dah diselamati oleh Renata, orang Indonesia lagi.. huahh.. ternyata banyak juga yang hadir di forum ini ya, namun rata-rata tidak tinggal di Indonesia, kaya Renata ini di New York. Setelah cerita tentang Melantjong, tidak lupa ngasih perangko, gw mulai beranjak ke lobby. Dan walailaa.. di sana sudah ramai orang-orang mengerubuti masing-masing finalis Marketplace of Ideas Application, menyelamati kami, menawarkan support, bertukar kartunama dan kontak, dan siapa yang tahu apa yang mungkin akan terjadi. Presentasi berjalan sukses, para finalis saling bersalaman, Charles menyelamatiku, katanya pidatonya bagus sekali, dan gw sama sekali tidak kelihatan grogi.. *whuaaahh.. padahal tangan gw dah sedingin es & kaki gw dah ngeblur gak jelas saking hebatnya gemetaran. Anne juga mengucapkan hal yang sama, berulang kali menyelamatiku dan mengulang, “Your speech is amazing, fabulous” and..entah apa lagi. Gw hanya bisa senyum lebar sambil ucapkan terima kasih, thanks to you all. Legaaaa rasanya.
Beberapa pemudi Brazil mendekati gw dan ngucapin selamat, lalu mereka nanya gimana caranya bisa bikin initiative seperti itu, apakah ada organisasi internasional yang ngedukung, lalu apakah ada organisasi sejenis di Brazil yang bisa gw rekomen ke mereka. Wah binun juga jawabnya.
Gw coba jelaskan bahwa Melantjong Petjinan Soerabaia adalah inisiatif yang gw coba adakan sendiri bersama teman-teman dan masyarakat, tanpa ada bantuan dari organisasi internasional manapun. Bagaimana memulainya, gw jelaskan mulai dengan bikin konsep acara lalu bikin riset kecil untuk materinya dan jalankan di lingkungan terdekat mereka sendiri. Lalu gw nawarin bantuan kalau emang mereka mau coba bikin inisiatif serupa di negara mereka. Mengenai rekomendasi organisasi di Brazil, jelas gw blank, gw sarankan mereka untuk mulai cari informasi dari internet, gw yakin pasti ada cuman belum terekspos saja. Lalu gw bagikan kartupos, perangko dan kartunama kalau-kalau mereka ingin ngontak gw lebih lanjut untuk menanyakan hal-hal itu. Ucapan selamat dan kartunama lain terus berdatangan. Beberapa finalis lain sempat diwawancarai oleh TV dan media.
Sekali lagi ketemu Mas Rizki dan Mba Poppy, mereka juga menyelamatiku. Dan mas Rizki menegaskan sekali lagi, jangan sungkan untuk minta bantuan kepada mereka, dalam bentuk apapun juga. Paling tidak dalam penyebaran informasi, dukungan penuh akan mereka berikan. Lalu gw dikasih tiket boat tur yang sedianya cuman buat orang-orang penting wakil dari tiap-tiap negara yang hadir disana.. wowwww….. so lucky I am. Sempet ngobrol-ngobrol cerita lebih banyak mengenai Melantjong Petjinan Soerabaia dengan pak Jatmiko sebelum mengucapkan salam perpisahan diiringi pesan untuk terus kontak.
Dan setelah melihat presentasi dari youth delegation, gw langsung bergegas menuju ke lokasi boat tur, dapat kursi terbaik dengan view langsung ke laut di samping kapal. Walo duduk sendiri, gw ga peduli.. iya abisnya yang lain orang-orang penting bok.. mana gw kenal.. sampai beberapa saat lamanya, tiba-tiba ada orang yang mau duduk menemani gw. Ternyata beliau adalah Jordi Torrent, UNAoC Media Literacy Education Project Manager and i told him that i am one of Marketplace of Ideas Application winner. Oww… walo ini kesempatan emas untuk menanyakan segala macam hal yang masih belum jelas bagiku, tapi gw malah bilang kepadanya “it’s must had been a very busy days in Rio for you and your team” *hah.. iyalah… And i told him to relax and enjoy this afternoon, enjoy the view and the tour and talk about anything else beside conference which has already over. Ya maka kami menikmati sore itu dan bicara hal-hal ringan macem cuaca, bahasa dan makanan. Boat tur ini mengitari teluk Guanabara pada sore menjelang sunset sampai gelap menyulut lampu-lampu kota.
Tapi beliau tiba-tiba menanyakan proyekku mengenai apa, maka kuceritakan apa itu Melantjong Petjinan Soerabaia, a cultural tour made to enrich people’s knowledge about Chinese-Indonesian culture in a fun and informal way. Gw ceritakan padanya bahwa “Chinese in Indonesian have many bad stereotypes, for example when Dutch conquered Indonesia, for years they positioned Chinese people as middleman, acted as tax collector. They allowed Chinese to work in economy sector only and closed another profession option. And they created cast system among Indonesian, which positioned Dutch as the higher cast, Chinese the second and Indonesian as the lower one. And the condition keep continued until more than 30 years ahead. Now is getting better, but still there’s a gap between Chinese and non-Chinese people in Indonesia”. Disini dia mulai ngerti sedikit apa yang terjadi di Indonesia. Lalu dia menyebutkan “Aneh, dan menarik sekali, kisah itu terdengar seperti sejarah Yahudi. Yahudi juga diperlakukan sama seperti itu, tampaknya sejarah berulang atau sengaja diulang.” Whoa.. kaget gw dengernya.. o yaa? “Ya kalau kamu baca sejarah Yahudi, maka kamu akan tahu mereka juga hanya boleh punya profesi di bidang ekonomi, kebanyakan juga diposisikan sebagai penagih utang, dekat dengan kekuasaan sehingga “kelas di bawahnya” membenci Yahudi.” Pembicaraan menjadi menarik, dan gw ceritakan gimana kondisi orang-orang Cina yang sekarang hidup di Indonesia, tampang boleh Cina, tapi tidak tahu apa-apa tentang budaya Cina, apalagi bahasa Cina. We born in Indonesia, live in here as Indonesian. Bahkan nama kami pun nama Indonesia, seperti nama gw. “I like Indonesia, i am Indonesian indeed. I think i have to do something to start fixing the condition.”
Dan kemudian, muncul seorang lain, yang mengaku sebagai jurnalis (atau ahli hukum ya?) dan berbicara dalam bahasa Perancis. Jordi berulangkali meminta maaf karena berbicara dalam bahasa Perancis dengan orang yang bernama Oscar itu. Walo sempat beberapa kali menerjemahkan pembicaraan mereka kepadaku, lucunya Jordi mengaku, “aku hanya mengerti sekitar 10% dari apa yang dia katakan”, tapi mereka berdialog begitu serunya, dan gw hanya senyum-senyum saja. Just enjoy the tour. Suasana sore itu begitu nyaman, dan beberapa orang mampir, minta tolong difotokan ditepi kapal, tempat gw emang strategis dan pemandangannya bagus.
Dan ini justru kesempatan gw keliling, berfoto-foto ria, bagi-bagiin kartupos & perangko Melantjong Petjinan Soerabaia kepada beberapa orang dan heiii!!! ada Ibu Irina Bokova, Director-General of UNESCO di kapal. Segera gw perkenalkan diri dan minta kesempatan foto bareng.. duhhh senangnya. Gw katakan kepadanya gw kerja untuk UNESCO Office, Jakarta dan ikut konferensi ini karena proyek pribadiku terpilih sebagai salah satu pemenang Marketplace of Ideas Application. Tidak lupa tentunya gw berikan satu set perangko dan kartupos Melantjong Petjinan Soerabaia. Hehehe.. what a superb day. Ibu Irina ramah betul, beliau bilang akan berkunjung ke UNESCO Office, Jakarta suatu waktu di akhir tahun ini atau tahun depan.
Looking forward to meet you at Jakarta, mam, and thank you for letting me introduce my self to you.
Dan ketika perjalanan tur itu berakhir tiba-tiba seorang pria paro baya mendatangiku dan bertanya, “are u Indonesian?” Yes, I am.. kaget juga ya, ada apa ya.
Trus dia nanya lagi “Are you moslem?” nope, i’m Catholic. Trus kita sama-sama bingung. Gw ga tau dia bingung kenapa. Tapi baru kali ini gw disangka Islam karena dari Indonesia. Anyway, dia keliatan sekali mo bicara lebih banyak denganku, lalu karena semua orang sudah pada turun dari kapal, lalu kami berjanji akan bertemu di dermaga. Awalnya gw takut untuk ketemu beliau lagi, karena ada sesuatu yang rasanya agak gak bener. Kenapa orang ini begitu interest denganku, kenapa dia mengiraku Islam? Jangan-jangan gw mo diculik lalu dicuci otak. Hehehe… kebanyakan nonton pilem yak?
Walo gw dah jalan agak cepet dan pura-pura gak ngeliat, hmm ternyata beliau bener-bener menungguku di jalanan menuju tempat pemberhentian taxi. Gw gak bisa mengelak, dan kami mulai berbicara. Dari pembicaraan terungkap bahwa beliau bekerja untuk kementrian luar negeri Swedia dan menangani masalah yang kira-kira berhubungan dengan dialog antar agama, dan karena itulah dia hadir di konferensi ini.
United Nations Alliance of Civilizations dengan taglines “Many cultures. One humanity.”, mungkin lahir karena isu terorisme yang terkait dengan agama.
Jauh sebelum berangkat, di sela-sela kekagetan gw karena terpilihnya Melantjong Petjinan Soerabaia sebagai salah satu finalis, sebetulnya sudah ada bibit-bibit keheranan di antara teman-teman yang gw kasi tau mengenai kabar gembira ini. Karena di antara finalis lain, proyek Melantjong Petjinan Soerabaia ini terkesan beda sendiri, yang lain sedikit banyak berurusan dengan isu agama atau kepercayaan dan pendekatan solusinya lebih umum, tajam dan keras, mungkin juga karena sudah jauh lebih lama berkembang, jadi lebih terarah, fokus dan jelas. Gw sendiri gak berani nyimpulin apa-apa sebelum mempelajari benar-benar gimana finalis lain mengimplementasikan inisiatip mereka.
Pembicaraan berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan seputar Islam di Indonesia, gw sebagai orang non Islam dan hanya tahu sedikit tentang ajaran Islam, hanya berani memberikan jawaban-jawaban yang bersifat general, seperti misalnya ketika beliau menanyakan mengapa Islam bisa berkembang dengan cepat dan baik di Indonesia? Gw jawab dengan jawaban pelajaran SD, karena masuk Islam begitu mudah, hanya perlu menyebutkan 5 rukun Islam dan Anda sudah jadi Islam. Eh maapkan jawaban polos ini, jawaban polos yang belakangan baru gw tau kalo ternyata masuk Islam harus dengan mengucapkan kalimat 2 kalimat syahadat, yaitu: “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah” dan ” Saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah ” tapi hanya ini yang kutahu. Sisanya (dari yang kutahu) terlalu bersifat stereotip dan tidak adil kusebutkan tanpa benar-benar mengerti latar belakangnya.
Perlu dicatat, Indonesia adalah negara berpenduduk terbanyak keempat setelah China, India dan Amerika, yang mana mayoritas beragama Islam. Ini berarti Indonesia mungkin bisa dibilang sebagai negara beragama Islam terbanyak di dunia, walo statusnya bukan negara Islam. Namun dari situ, dengan isu terorisme yang akhir-akhir ini semakin keras terdengar, mungkin bisa disimpulkan bahwa Indonesia di mata dunia internasional dipandang sebagai ancaman besar untuk perdamaian dunia. Gw pernah dengar cerita tentang Islam fundamentalis, namun karena tidak banyak tahu tentang hal itu juga gw tidak berani berkomentar. Yang gw tahu hanya kenyataan bahwa ternyata ada temen gw yang tiba-tiba menghilang dan ketika kembali muncul, dalam kondisi mental dan pikiran yang sudah berubah sama sekali, juga ditandai dengan berubah drastisnya cara mereka berpakaian dan bersosialisasi. Lalu akhirnya gw kehilangan kontak dengan mereka. Denger-denger dari teman yang lain, mereka ikut dalam kelompok pengajian fundamentalis, lalu mereka terpengaruh sedemikian rupa sehingga berubah menjadi “manusia baru”.
Tak tahu apa bener begitu, yang jelas gw kehilangan mereka sebagai teman.
Setelah beberapa saat ngobrol, gw jadi ngerti kenapa beliau bertanya apakah saya beragama Islam. Orang ini mengira karena Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, tentunya yang datang ke konferensipun kemungkinan besar beragama Islam juga. Beliau benar-benar ingin memahami bagaimana Islam di Indonesia, perkembangannya dan kemana arahnya. Mungkin juga ingin mencaritahu apakah Indonesia emang patut dianggap sebagai ancaman, dengan kondisi penduduknya yang sebagian besar beragama Islam itu. Gw pikir ya semua agama dimanapun juga pasti mengajarkan perdamaian. Kalo ada kasus terorisme, yg pelakunya beragama Islam, itu berarti dia mempelajari ilmu Islam di jalur yg keliru. Dia pasti salah menafsirkan kitab sucinya.
Namun itu hanya pikiran gw, kepada orang ini gw mengatakan sejujurnya bahwa gw tidak kompeten untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan beliau, namun bila ada di antara kenalan-kenalan saya yang ingin berkorespondensi dan berdiskusi mengenai Islam di Indonesia, dengan senang hati akan gw hubungkan dengan beliau.
Karena kita nginap di hotel yang sama, akhirnya kita berdua naik taksi bersama pulang. Malam itu teman-teman mengajak untuk bertemu di Rio Scenarium, sebuah bar tempat clubbing ternama di Rio, tapi gw dah terlalu cape, dan akhirnya tertidur pulas. Esoknya sudah harus cek out dari hotel. Sempat berencana untuk mengicipi kolam renangnya. Namun karena bangun kesiangan, dan harus packing untuk pindah ke hotel yang lebih murah, sudah tidak sempat lagi menikmati fasilitas hotel wah ini. Apalagi itu hari Minggu, Anne yang ternyata juga beragama Katolik, mengajak untuk ke gereja bersama. Maka berakhirlah cerita pengalaman gw selama konferensi di Rio.
Desember 2009
Seperti mimpi, gw masih gagap menceritakan bagaimana ini semua bisa terjadi.
Dalam usaha kembali berburu beasiswa, gw membongkar dan meneliti kembali aplikasi-aplikasi yang sudah pernah gw buat. Mata gw melotot ketika menyadari bahwa gw pernah nulis dalam aplikasi terakhir (2005), sepuluh tahun ke depan gw berencana untuk kerja di UNESCO sebagai konsultan desain atau museum. Nyatanya kurang dari dua tahun kemudian gw dah diterima kerja di UNESCO, walo bukan posisi yang kuinginkan tapi untuk seorang desainer grafis bisa bekerja di UNESCO, suatu hal yang cukup mengejutkan. Dari situ gw berpikir.. hey I’ve got the power! To make my dreams come true…
Kemudian gw mulai mencari mimpi-mimpi gw yang mulai kedaluarsa dari tahun ke tahun karena tak pernah gw seriusi untuk diwujudkan. Kalau gw inget-inget, dulu tiap tahun gw punya mimpi baru.. bisa lebih dari satu, mulai dari kuliah tahun pertama sampai sekarang mungkin udah lebih dari selusin mimpi tersimpan berdebu di sudut otak.
Tahun 2007, obsesi traveling gw (salah satu mimpi gw juga) mengantar ke negara tetangga, Singapore. Ketika berkesempatan melihat Chinese Heritage Museum, gw mulai merangkai mimpi baru untuk bikin hal yang sama di kota kelahiran gw Surabaya, mengingat rumah keluarga gw adalah rumah tua di pecinannya Surabaya. Lha karena membuat museum itu bukan hal yang mudah dan mengingat gw juga ga ada background di bidang itu, jadi gw coba memulai dari hal yang kecil dan sederhana dulu.
Lahirlah ide untuk membuat Melantjong Petjinan Soerabaia.
Kenapa sebuah tur budaya?
Karena gw bayangin museum yang gw cita-citakan itu nantinya akan berisi cerita bagaimana awalnya orang Tionghua datang ke Surabaya, lalu bagaimana mereka hidup di sana, perjuangannya, budayanya, tradisinya, bahasanya, rumahnya, pakaiannya, makanannya, seninya, profesinya, dan terutama adaptasinya di kota Surabaya, yang tentunya melahirkan keunikan tersendiri yang jelas beda dengan aslinya, dan mematenkan diri sebagai bagian dari budaya Indonesia.
Cerita-cerita ini harus dicari dulu dan ditelusuri jejaknya di masalalu, baik yang masih ada maupun yang sudah terkubur oleh jaman dan tidak ada bekasnya lagi. Lantas Melantjong Petjinan Soerabaia itu sendiri adalah penuturan hasil penelusuran itu kepada masyarakat dalam bentuk wisata budaya, sampai terkumpul cukup untuk jadi pondasi “museum” yang gw cita-citakan itu.
Tanggal 27 Desember 2009, Melantjong Petjinan Soerabaia pertama kali diadakan. Gw masih ingat betul waktu gw pasang woro-woronya di-Fb dan email, komen temenku..”woii arek gendeng iki”. Di luar dugaan kok banyak yang tertarik dan daftar, target awal cuman 20 orang, menggembung jadi 30 org. Dengan persiapan lumayan matang, Melantjong Petjinan Soerabaia (MPS) digelar. Eh tanggapan peserta kok cukup baik ya.. maka gw merancang MPS kedua, diikuti MPS ketiga.
Tak lama muncul tawaran untuk pameran foto pertama kalinya dari perpustakaan Universitas Petra, Surabaya.
Melantjong Petjinan Soerabaia ke Rio?
Pada suatu hari Vitrie jawil-jawil diriku di messenger, katanya: “tuh bu ada temannya mo bikin museum di milis sahabat museum”. Jawilan itu mendorong gw untuk ngirim email menanggapi ajakan seorang teman yang punya mimpi yang sama, walau di kota lain yaitu Semarang. Namanya Anastasia Dwirahmi.
Seorang ibu rumah tangga beranak satu yang tergila-gila pada museum, dan rela mendedikasikan waktu luangnya dengan menjadi sukarelawan di museum Kolong Anak Tangga di Yogya. Ketika suaminya dipindahtugaskan ke Semarang, diapun diboyong kembali ke kota kelahirannya. Namun hanya satu keinginannya, ingin punya kesibukan yang sangat dicintai seperti ketika tinggal di Yogya.
Maka ketika dia melihat di Semarang belum ada museum yang bisa mewadahi keinginannya. Pikirannya sederhana dan lugas: “Ok kalo gitu mari kita buat museum dulu”. Dia pun mulai mencari dukungan.
Dan gw pun menyatakan dukungan gw.
If you can’t find what are you want, then create it.
Nah dari pertemanan yang mulai terjalin via email ini, suatu hari Ami tiba-tiba menginformasikan mengenai aplikasi Marketplace of Ideas Application.
“Ini cocok banget dengan Melantjong Petjinan Soerabaia, May, coba aja siapa tahu berhasil.” Masih ada waktu seminggu sebelum aplikasinya ditutup.
Karena cuman 300 kata, iseng gw coba apply.
Setelah susah payah menulis draft, esai gw kirimkan ke beberapa teman dan cece gw. Grammar diperbaiki, kata-kata dipermulus. Oleh cece gw esai malah dirombak total, walaupun poinnya masih sama. Karena dah tidak ada waktu lagi, gw submit aja esai itu, lalu gw lupakan. Apalagi ketika muncul email tertanggal 28 April 2010 yang memberitahukan bahwa esai gw tidak terpilih.
Tapi kita tahu ini bukan akhir cerita.
Ini baru permulaannya saja.
Jadi apa selanjutnya?
Kalau ditanya mau dibawa ke mana Melantjong Petjinan Soerabaia dan Komunitas Jejak Petjinan ini? Jujur aja, saat ini gw belom tau pasti.
Ketika memulai Melantjong Petjinan Soerabaia, mendapat pengakuan dari sebuah forum internasional juga bukan tujuan gw.
Apa yang pengen gw wujudkan, sudah dijabarkan di atas.
Kalau Anda menemukan bahwa mimpi Anda sejalan dengan mimpi gw, ayo mari kita wujudkan mimpi ini bersama.
Anda boleh mencibir dan bilang apa saja, betapa naif, polos dan utopisnya mimpi gw ini. Tapi kalau dunia pikir ini masuk akal, tidakkah Anda mau mencoba untuk percaya juga?
Gimanapun juga menjadi seorang Tionghua di Indonesia tidak pernah mudah.
Ketika peristiwa Mei 1998 terjadi, gw merasa tak berdaya. Apakah dilahirkan menjadi seorang Tionghua adalah suatu kesalahan? Tapi gw ga punya pilihan kan.
Pilihan yang ada sekarang adalah menerima kenyataan bahwa gw Tionghua dan gw orang Indonesia.
Gw bisa memilih mengingkari kenyataan atau menerimanya.
Gw pilih menerima kenyataan itu dan berusaha sekecil apapun, mulai menghapus stereotip sedikit demi sedikit dan berharap itu bisa mencegah kejadian seperti Mei 1998 terulang lagi.
Cuman ini yang bisa gw lakukan.
Semoga setetes kecil langkah permulaan ini bisa menggemakan perubahan.
Semoga.
Kalo Anda percaya kita bisa bikin perubahan, gw mengajak Anda sekaliyan untuk bergabung dengan komunitas Jejak Petjinan di facebook, dan aktif memasang link berita, foto, video atau tentang apa aja yang berhubungan dengan Tionghoa di Indonesia, aktif menyumbangkan pendapat atau ide atau saran di forum diskusinya tentang rencana-rencana yang ingin gw jalankan, aktif nulis note tentang budaya Tionghoa di Indonesia yang sempat Anda telusuri, aktif baca atau bahkan ngisi websitenya, aktif mantengin wallnya dan tentunya sekali-kali ikut Melantjong Petjinan Soerabaia, gw yakin Anda pasti menikmatinya. Sapa tau Melantjong selanjutnya ada dan berkembang di kota Anda juga.
Gak punya akun facebook, bukan halangan apalagi masalah, layangkan aja email Anda ke [email protected], atau [email protected] atau poskan ke jalan Bibis no 3, Surabaya 60161, Indonesia, akan gw sampaikan dukungan Anda, apapun bentuknya itu, di facebook, ke semua orang.
Gw tunggu jawaban Anda.
•••
Terima kasih pak Hanny, suatu kehormatan bagi saya bisa tampil di situs ini. Buat para desainer yang ingin ikut serta membuat perubahan, kontak saya ya, akan saya bisiki caranya.
sama-sama may, mudah-mudahan ada yang terinspirasi oleh kisah ini dan tergerak untuk berbuat sesuatu juga untuk indonesia.