Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

Graffiti di Indonesia: Sebuah Politik Identitas ataukah Trend? (Kajian Politik Identitas pada Bomber di Surabaya)

Obed Bima Wicandra

Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain
Universitas Kristen Petra Surabaya

ABSTRAK

Graffiti sering kali dipandang sebagai bentuk pencarian identitas anak muda atau untuk sekedar menunjukkan eksistensi mereka. Aksi mereka pun sering berhadapan dengan aparat kota (Satpol Pamong Praja) bahkan tidak jarang juga berhadapan dengan aparat kepolisian karena dipandang sebagai aksi yang merusak. Keberadaan bomber yang telah menjadi subkultur anak muda dipandang sebagai pemberontakan atas struktur urban semakin diterima. Meskipun di sisi lain pandangan yang sinis terhadap mereka tetap saja ada. Di era 1980-an, graffiti yang bertebaran di tembok-tembok kota sering menuliskan kelompok geng atau nama almamater sekolah. Hal-hal tersebut sering menjadi pemicu kekerasan antar kelompok, namun seiring perkembangan zaman, rupanya graffiti tidak sekedar menuliskan nama kelompok namun juga dikemas dengan cara yang lebih artistik dan tidak sekedar tagging belaka. Hingga kemudian seiring perkembangan gaya hidup yang ditopang oleh media massa maupun majalah dan buku-buku luar negeri yang membahas graffiti maupun dari internet, menjadikan graffiti tidak lagi dapat dipandang sebagai bentuk politik keberbedaan, namun hanya sekedar menjadi tuntutan tren saja. Graffiti hadir sebagai eksistensi mereka terhadap tanda zaman yang diwakili oleh tren gaya hidup dan hal ini lebih kuat tercermin daripada menunjukkan identitas mereka yang sarat ideologi keberbedaan.

Kata kunci: graffiti, gaya hidup, tren, identitas, Surabaya, Indonesia.

ABSTRACT

Graffiti is often seen as a way for young people to find their identities, or to merely show their existence. Because their actions are seen as destructive, they are also often confronted by the city’s patrol units and even by the police. Their ”bomber” existence, that has become the youth subculture and viewed as deviance over the urban structure, are more and more accepted. Cynical views of them still exist however. In the 1980’s, graffiti spread all over the city’s walls, and often wrote about their gang’s name or which school they are from. These were the things that spark violence between gangs. But today, graffiti seems to not only write about gang’s names, but also present a more artistic look; not merely as tags. Then as lifestyles develop, with the support of mass media and foreign magazines and books that cover about graffiti and also the Internet, graffiti cannot be viewed anymore as a form of alternative politics, but only as a needed trend. Graffiti exists as their existence towards the signs of times that are represented by lifestyle trends. This is more strongly reflected than showing their identities that are full of difference ideology.

Keywords: graffiti, lifestyle, trend, identity, Surabaya, Indonesia

Download > Graffiti di Indonesia: Sebuah Politik Identitas ataukah Tren?

Sumber: Desa Informasi > Pusat Penelitian (Research Centre) Petra Christian University

“Desa Informasi” or “Information Village” is the name adopted for the Local eContent (digital information resources with local flavor) development project being carried out in Petra Christian University Library.

“Desa Informasi” can also play an important role in preserving (at least) digitally local historical and cultural heritage, thus preserving the collective memory of a local society.

All Local eContent collections are available for everyone through the Internet for free. Some Local eContent collections are currently available in “Desa Informasi,” such as Surabaya Memory, Digital Theses, eDIMENSI, Petra@rt Gallery, Petra iPoster, and Petra Chronicle.

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

COMMENTS

  1. kenapa artikel ini terasa kental nada ‘mengkritisi’ tanpa didahului dengan apresiasi dalam bentuk penggalian dan penelitian ke dalam ‘tren’ meng-grafiti itu terlebih dulu?
    mungkin budaya menjustifikasi melalui penghakiman asumsi-asumsi sudah menjadi satu kanonisasi khas dalam penulisan kritik seni/desain?

  2. @k4rna:

    Mungkin.

  3. bagus ulasannya walau agak perlu konsen betul dan serius bacanya

  4. gw kian ardian ank palembang gw mau tau tetank garffti thankz

  5. apa yang dimaksud dengan politik oleh penulis? mengapa grafiti mesti dihubungkan ke sana? lain kalau isinya tentang politik. Grafitti ini umumnya kan untuk menyatakan identitas diri.

  6. apakah politik selalu berkaitan dengan kenegaraan ‘an sich’?… artikel ini sudah melalui hasil penelitian selama 6 bulan sehingga bukan hanya asumsi-asumsi, tetapi dengan metodologi penelitian yang menurut saya sudah benar. hal yang menarik adalah pengennya sebagai identitas diri (baca: keberbedaan) namun justru yang muncul bukan identitas tetapi hanya sebagai tren yang nggak ngerti identitas itu sendiri apa.

  7. identitas yg tidak mengerti apa itu identitas (atau dianggap sekedar trend), bukankah itu juga secara ideologi (false beliefs) adalah identitas juga?
    saya kira yg terjadi adalah ‘perubahan nilai’ dan konteks dan juga terjadinya proses yg ahistoris dari para graffitor.

  8. disekitar kita, saat ini, semuanya memang serba bergeser

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly