Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society

Citra Indonesia di Masa Revolusi-Terbingkai dalam Perangko

Oleh Hanny Kardinata

Citra suatu pemerintahan biasanya tercermin pada desain perangkonya saat itu. Ketika Indonesia berada di bawah pemerintahan Hindia-Belanda, kita pun akrab dengan perangko yang menampilkan para penguasa Belanda: Raja Willem III, Ratu Wilhelmina atau Pangeran Willem I. Tetapi menarik mengamati bahwa sejak tahun 1930, pemerintah Hindia-Belanda mulai menampilkan citra Indonesia pada desain perangko-prangkonya, di sini bisa dilihat misalnya pada seri ‘Untuk Remaja’ (1930), seri ‘Palang Putih’ (1931). seri ‘Muhammadiyah’ (1941) atau seri ‘Tarian Daerah’ (1941).

Demikian pula di bawah pendudukan Jepang (1942-1945), citra Indonesia sangat mendominasi perangko di masa itu, misalnya pada seri ‘Satu Tahun Pendudukan’ (1943), seri ‘Pariwisata’ (1943) dan seri ‘Tabungan Pos’ (1943).

Jepang kemudian menyerah kepada Sekutu dan kemerdekaan Indonesia pun diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi pengambilalihan kekuasaan tidak berlangsung mulus karena tentara Jepang tidak mau menyerahkan kekuasaan dan persenjataan mereka kepada pihak Indonesia. Demikian pula dengan pelayananan pos ketika itu yang masih ditangani oleh dinas pos Jepang. Kekalutan bertambah ketika tentara Belanda yang membonceng tentara Sekutu yang bertugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, berusaha kembali menduduki Indonesia. Terjadilah perang fisik paling berdarah dalam sejarah bangsa Indonesia yang menelan korban lebih dari 1 juta jiwa, berlangsung sejak Oktober 1945 sampai dengan akhir 1949. Dan selain oleh dinas pos Jepang, di kota-kota besar yang berhasil dikuasai kembali oleh Belanda berlangsung pelayanan pos menggunakan perangko Ned.-Indie, sementara di daerah-daerah yang masih dikuasai tentara RI pelayanan pos diselenggarakan oleh Djawatan PTT dengan menggunakan perangko Indonesia.

Perekonomian yang ikut hancur akibat perang ‘terekam’ pada perangko-perangko yang diterbitkan pemerintah Indonesia kala itu. Dan kesulitan hidup yang mendera seluruh rakyat Indonesia mengakibatkan hanya sebagian kecil saja perangko yang dicetak pada masa itu yang terselamatkan hingga saat ini. Kelangkaan ini membuat perangko-perangko dari masa 1945-1949 sangat menarik untuk dikoleksi walau pun dicetak melalui proses cetak yang sangat sederhana di atas kertas berkualitas rendah. Lihat seri ‘Revolusi’ (1946/1947). Perhatikan bahwa kebanyakan perangko ini dicetak tanpa perforasi.

Source: Desainer Box - Majalah “Concept” 03 Edisi 14-2006

•••

« Previous Article Next Article »

  • Share this!
  • delicious
  • mail
  • tweet this
  • share on facebook
  • Add to Google Bookmarks
  • Add to Yahoo! Buzz

COMMENTS

  1. Desain perangko kalau dikaji tampilannya ada kecenderungan seragam diseluruh negara2 didunia, ada yg dikatakan denomination seperti “kepala ” ( cameo) kepala negara ybs. Tentu yang paling lajim memperkenalkan citra geografis setempat dan etnografi dll tampilan local content. Jadi thema perangko pada periode sejak penjajahan s/d kini hanya pengulangan2 desain. Namun tidak dapat dipungkiri teknik mutakhir seperti hologram, bentuk2 yang tidak lajim berdampak pada desain perangko. Pada beberapa perangko malah didesain seperti kelengkapan cetakan uang. Pada perangko Inggeris nilai 10 poundsterling ( thn-90an ) ditampilkan embossed khusus untuk orang buta, watermark dan tinta security . Jadi karena perangko merupakan alat pembayaran jadi ada kolerasi desainnya yang berhubungan dengan security printing.

  2. bapak kolektor juga? ortu saya selain kolektor n filatelis juga berbisnis benda2 filateli Indonesia lama..sebab kolektor dari negara belanda dan jepang sangat menghargai sejarahnya..dari perangko dan cap pos di atas sampul di tahun2 itu..bisa kita ketahui suatu sejarah benar atau tidak ;)

  3. bukan kolektor may, kebetulan saja punya beberapa :-)

  4. sejarah perangko

Add Your Comments

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by Henricus Kusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly